APINDO Sebut Persoalan Tingginya Cost of Doing Business di Indonesia Bikin Kurang Kompetitif di Kawasan ASEAN

Kapal yang melakukan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok (Foto: Dok. Pelindo II)
Kapal yang melakukan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok (Foto: Dok. Pelindo II)
0 Komentar

ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan perusahaan cenderung mengeluarkan biaya paling tinggi saat berbisnis di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya. ASEAN-5 merujuk kepada Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Apindo menyebut persoalan tingginya cost of doing business di Indonesia membuatnya kurang kompetitif di kawasan ASEAN-5.

“Indonesia memiliki biaya tertinggi untuk logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman di antara negara-negara ASEAN-5,” kata Ketua Apindo, Shinta Kamdani, dalam diskusi di Jakarta yang dipantau secara virtual, Selasa (25/6/2024).

Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga

Menurut Apindo, upah minimum di Indonesia mencapai US$ 329 per bulan, di atas rata-rata ASEAN-5 sebesar US$ 302. Malaysia dan Filipina memiliki upah minimum yang sama, yaitu US$ 329, sementara Thailand mencapai US$ 313. Vietnam memiliki upah minimum terendah sebesar US$ 209. Tingkat suku bunga pinjaman di Indonesia berkisar antara 8-14%, lebih tinggi dari rata-rata ASEAN-5 4-6%.

Biaya logistik perdagangan Indonesia juga mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 13% dan Singapura 8%.

“Meskipun Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) mengeklaim bahwa biaya logistik Indonesia telah turun menjadi 14% dari PDB, LPI (indeks kinerja logistik atau logistics performance index) 2023 mengatakan sebaliknya,” kata Shinta.

LPI menilai kinerja logistik perdagangan suatu negara dalam skala 5 poin, dengan mempertimbangkan faktor-faktor, seperti ketepatan waktu dan kompetensi logistik. Pada 2023, LPI Indonesia menempati peringkat 61 dari 139 negara dengan meraih skor keseluruhan 3.

Malaysia mendapatkan skor 3,6, sedangkan Thailand mendapatkan 3,5. Vietnam dan Filipina masing-masing mendapatkan skor 3,3.

Dari segi biaya, Indonesia menjadi yang paling kompetitif dalam hal ekspor. Biaya ekspor barang dari Indonesia hanya sebesar US$ 211. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk mengekspor mencapai 56 jam, jauh lebih lama dibanding rata-rata 45 jam di ASEAN-5.

Waktu impor di Indonesia sekitar 106 jam, hampir dua kali lipat dari waktu rata-rata di ASEAN-5 (58 jam). Biaya impor Indonesia juga merupakan yang termahal di ASEAN-5, mencapai $164 dibandingkan dengan rata-rata $104.

Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum

“Lucu melihat impor barang ke Indonesia paling mahal. Indonesia juga memerlukan waktu paling lama untuk proses impor, sehingga perusahaan menghadapi kesulitan dalam mengimpor bahan baku yang dibutuhkan,” ujar Shinta. (*)

0 Komentar