Menurut Stephen J. McNamee dan Robert K. Miller Jr. dalam The Meritocracy Myth, istilah “meritokrasi” berarti sistem sosial yang mana di dalamnya seseorang mendapatkan penghargaan atas kemampuan individu mereka. Sistem meritokrasi menjadikan prestasi seseorang secara individu sebagai satu-satunya ukuran dalam tinggi-rendahnya status dan peringkat sosial individu tersebut.
Adapun, menurut Michael Young dalam bukunya The Rise of the Meritocracy, sebuah kemajuan sosial ditentukan tergantung sejauh mana penyatuan kekuasaan dan kecerdasan. Orang-orang pintar memiliki peluang untuk menaikkan derajatnya.
Kepintaran tersebut diukur masyarakat dengan intelligence quotient (IQ) sebagai satuan pengukur kecerdasan. Selain itu, Young juga mengatakan kecerdasan saja tidak cukup bahwa IQ ditambah dengan usaha adalah kunci dalam meritokrasi.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Maka dari itu, pada akhirnya, ketika Gibran mencalonkan dirinya sebagai Wali Kota Solo pun, dia sudah memiliki kesuksesan melalui usahanya. Dari sanalah, ia pun memiliki apa yang disebut sebagai political capital (modal politik).
Penggunaan istilah political capital berasal dari pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-43 George W. Bush yang mengatakan, “Let me put it to you this way: I earned capital in the campaign, political capital, and now I intend to spend it. It’s my style.” Dapat disimpulkan bahwa political capital adalah suatu modal yang dimiliki, diperoleh, dan dipergunakan oleh aktor politik.
Mengutip Kimberly L. Casey dari tulisannya yang berjudul Defining Political Capital: A Reconsideration of Bourdieu’s Interconvertibility Theory, political capital adalah penjumlahan dari penggabungan jenis modal lain untuk tindakan politik.
Modal-modal lain yang dimaksud oleh Casey di sini adalah economic capital (modal ekonomi), social capital (modal sosial), institutional capital (modal institusional) atau endorsement (dukungan) dari partai, human capital atau kepiawaian diri dalam berpolitik, cultural capital (mudal kultural), dan moral capital (modal moral).
Bukan tidak mungkin, selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gibran telah membangun modal-modal lainnya. Sebagai pejabat publik, misalnya, Gibran telah membangun modal institusional, bisa mempengaruhi konstituen dan cabang eksekutif di Solo.