PENCINTA dan pengguna Toyota Fortuner yang tergabung dalam komunitas Toyota Fortuner Club of Indonesia (ID42NER) Chapter Cirebon Raya menggelar kegiatan hari jadi ke-3 di Kuningan, Sabtu 22 Juni 2024.
ID42NER Chapter Cirebon disambut baik Pj Bupati Kuningan, Dr H Raden Iip Hidajat di Pendopo Kabupaten Kuningan sekaligus mengunjungi obyek wisata Waduk Darma Kabupaten Kuningan dan Ipukan Highland Kuningan.
Waduk Darma merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Kabupaten Kuningan. Waduk yang berada di Desa Jagara Kecamatan Darma ini menampung air dari beberapa sungai seperti Sungai Cisanggarung, Cinangka, Cikalapa, dan Cireungit.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Informasi yang dihimpun, waduk ini berawal dari sebuah danau kecil yang telah terbentuk sejak tahun 1800-an. Oleh warga sekitar, danau kecil tersebut dimanfaatkan untuk mengairi sawah, mencari ikan, serta melakukan kegiatan lainnya.
Pada tahun 1920-an, Pemerintah Hindia Belanda atas saran dari pengelola Pabrik Gula mengubah danau kecil tersebut menjadi sebuah waduk agar manfaatnya bisa berdampak lebih luas. Namun proses pembangunan Waduk Darma sempat terhenti karena kekuasaan Belanda diambil alih oleh Jepang pada tahun 1942.
Setelah mangkrak bertahun-tahun, proses pembangunan akhirnya dilanjutkan lagi oleh Pemerintah Indonesia. Pengerjaan dimulai pada 1958 dan selesai empat tahun kemudian.
Sementara, legenda urban menyebutkan bahwa keberadaan Waduk Darma tidak lepas dari legenda Mbah Dalem Cageur. Secara turun temurun, masyarakat Kabupaten Kuningan menceritakan bahwa Waduk Darma terbentuk sebagai tempat bermain putra kesayangan Mbah Dalem Cageur bernama Pangeran Gencay.
Saat membuat bendungan, konon Mbah Dalem Cageur memberikan sajian untuk penjamuan dalam jumlah besar. Saking besarnya, proses menanak nasi yang akan dihidangkan dilakukan di salah satu bukit sehingga sampai sekarang tempat tersebut dinamai ‘Bukit Pangliwetan’.
Mbah Dalem Cageur juga membuat perahu dari kayu jati berukuran cukup besar untuk digunakan Pangeran Gencay dan teman-temannya bermain di waduk. Saat Pangeran Gencay bermain di atas perahu, penduduk sekitar menabuh alat-alat musik gamelan yang kemudian diberi sebutan ‘Muncul Goong’.
Namun musibah menimpa Mbah Dalem Cageur ketika Pangeran Gencay dan teman-temannya tenggelam akibat perahu yang mereka naiki mengalami kerusakan. Oleh penduduk setempat, lokasi tenggelamnya Pangeran Gencay dinamai ‘Labuhan Bulan’ karena peristiwa naas itu terjadi di malam bulan purnama.