KEPALA Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan, pelat nomor TNI AD yang ada di rumah penggeledahan kasus uang palsu adalah nomor kendaraan TNI yang sudah mati. Dan hal tersebut bisa ditindak.
“Pasti dong [bisa ditindak] sudah pake pelat mati kok masih di-pake,” kata Kristomei kepada wartawan di bilangan Jakarta Selatan, Sabtu (22/6).
Kristomei membenarkan ada kendaraan berpelat TNI yang ditemukan di sebuah rumah saat penggeledahan kasus uang palsu. Tapi dia mengatakan, mobil tersebut bukan kendaraan dinas Kodam Jaya.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Mobil tersebut, lanjut Kristomei, adalah mobil pribadi yang memakai pelat pinjaman dari Kodam Jaya. Sementara orang memberi pinjaman sudah pensiun dari militer.
“Pelatnya pun sudah kedaluwarsa, sudah tidak berlaku lagi dari tahun 2021. Orang yang meminjam sudah pensiun,” ujar dia.
“Pelatnya asli, dikeluarkan dari Kodam Jaya. Tapi itu namanya pelat pinjaman yang sudah tidak berlaku karena sudah mati dari 2021,” tambahnya.
‘Pelat pinjaman’ yang dimaksud Kristomei adalah pelatnya saja yang dipinjamkan. Lalu digunakan di mobil pribadi anggota TNI. Namun setelah pensiun, pelat tak dikembalikan dan malah dipinjamkan kembali ke rekannya. Jadilah kemudian ditemukan di penggeledahan kasus pencetakan uang palsu.
“Pelat itu sudah mati sehingga seharusnya tidak boleh dipakai lagi,” imbuh Kristomei.
Kasus pemalsuan uang berhasil diungkap Polda Metro Jaya. Lokasi pembuatannya berada di kawasan Srengseng Raya, Jakarta Barat. Total uang palsu ada sebanyak 220 ribu lembar dengan pecahan Rp 100 ribu. Semuanya senilai Rp 22 miliar dan telah disita.
Polisi sudah menetapkan empat orang pria berinisial M, YA, FF dan F sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Mereka sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Keempatnya dijerat dengan Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Polisi masih memburu 3 pelaku lainnya yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Mereka berinisial I, A, dan P. (*)