Selain itu, para pelaut Portugis mengenal pelabuhan masyhur bertajuk Sunda Kelapa. Komoditas dagang macam lada, beras, asam, sayuran, aneka buah, olahan daging dan ternak diperjualbelikan di sana. Kemasyhuran ini lantas memikat minat Portugis menguasai Sunda Kelapa.
Namun, pasukan Kesultanan Demak pimpinan Fatahillah pada 1527 M merebut wilayah ini. Proses ini berbarengan dengan perluasan pengaruh Islam di tatar Sunda. Setelah merebut Sunda Kelapa dari Portugis, Fatahillah mengubah nama kota bandar ini jadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal itulah yang sekarang dianggap sebagai identitas kelahiran Kota Jakarta.
Ketika 1602, rombongan pelayar Belanda berlabuh di Banten, mereka merupakan utusan dari fusi enam kamers (majelis) di negeri kincir angin. Onghokham melalui artikel di jurnal Prisma (Vol. 13, 1984) bertajuk “Kelas Penguasa Menerima Kolonialisme,” menjelaskan enam kamers bersekutu membentuk kongsi dagang, sebelum utusan mereka berlayar ke Nusantara. Mereka yang diutus itu rata-rata pelaut dan pebisnis yang hilir mudik keliling dunia dalam rangka berniaga.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Enam kamers yang mewakili kota Amsterdam, Middelburg, Enkhuizen, Delft, Hoorn, dan Rotterdam sepakat membentuk kongsi dagang dengan label Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Mereka membentuk VOC usai tertarik dengan kekayaan alam Nusantara. Pada waktu yang sama telah terjadi persaingan sengit antarpedagang Eropa untuk berebut aset dagangan penting masa itu: rempah.
Enam tahun sebelumnya (1596), sebuah ekspedisi dagang dipimpin Cornelius de Houtman berhasil menambatkan kapalnya di Pelabuhan Banten. Menurut Adrian B. Lapian dalam buku Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 (2009), masyarakat Banten menyambut rombongan de Houtman dengan ramah.
Namun di tahun-tahun berikutnya, ekspedisi Belanda lebih menggelorakan semangat gold, gospel, glory yang mengedepankan paham merkantilisme di atas tanah ekspedisi—sifatnya menjajah dan aneksasi. VOC lantas memilih Jayakarta sebagai lokasi loji dan gudang dagangannya sejak 1610.
Pada 1619, VOC yang semula berpusat di Ambon (Maluku) menguasai Jayakarta. Di bawah arahan Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC ke-4 yang menjabat sejak April 1618, dibangunlah kota baru di Jayakarta untuk menjadi lokasi kantor pusat kompeni pengganti Ambon. Para kompeni yang menduduki Jayakarta lantas mengganti nama kota—lagi—menjadi Batavia. Pada periode itu, orang Portugis dan kawanan penjelajah Eropa lainnya masih kerap menulis Jaccatra untuk merujuk kota ini.