Keberhasilan proyek penggalian Sungai Candrabhaga dan pembuatan Kali Gomati nampaknya bikin Purnawarman bungah. Prasasti Tugu memuat catatan, setelah pengerjaan kanal di 2 aliran sungai itu rampung, sang raja menghadiahkan 1000 ekor sapi untuk para brahmana.
Tidak banyak informasi mengenai Tarumanegara selepas abad 5 M. Bila memang info di berita dari China benar, Kerajaan Tarumanegara bertahan hingga Abad 7.
Abdurrachman Surjomihardjo di Pemekaran Kota Jakarta (1977) menghimpun catatan penjelajah dari China di abad 6-7 M yang menyebut Tarumanegara pakai lafal To-lo-mo. Dalam berita China, disebutkan bahwa lokasi To-lo-mo di sekitar Sunda Kelapa dan Pantai Utara Jawa bagian Barat.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Penerus Tarumanegara sebagai penguasa wilayah Jawa bagian barat diketahui dari Prasasti Bogor yang berangka tahun 854 Saka (932 M). Dalam laporan riset terbitan Depdikbud RI, Sunda Kelapa Sebagai Bandar di Jalur Sutra (1986), Supratikno Raharjo dan kawan-kawan menjelaskan, Prasasti Bogor berisikan tulisan bahasa Melayu Kuno. Inskripsi prasasti ini menyodorkan dua istilah penting, yakni “haji sunda” dan “rakriyan juru panambat.”
Istilah pertama mengacu pada nama kerajaan, sementara yang kedua merupakan nama pejabat tinggi terkait pelayaran. Pemakaian bahasa Melayu Kuno di Prasasti Bogor mengindikasikan adanya hubungan antara Kerajaan Sunda dengan penguasa di wilayah Sumatera.
Perkembangan pada sekitar satu abad setelahnya, diketahui dari batu tertulis yang disebut Prasasti Sanghyang Tapak. Prasasti dengan tarikh 952 Saka (1030 M) ini ditemukan di Cibadak, Sukabumi. Isinya memakai huruf dan bahasa Jawa Kuno, menyebut Sunda sebagai prahajyan, serta memberi keterangan bahwa penguasanya bergelar maharaja.
Inskripsi yang tak kalah penting termuat dalam Prasasti Batu Tulis. Ditemukan di Bogor, prasasti ini memuat keterangan tentang Kerajaan Pajajaran. Laporan dari Portugis masih menyebut Pajajaran pada Abad 16.
Di riwayat lain, Kerajaan Sunda lekat dengan Pajajaran. Oleh orang Portugis, wilayah ini dikenal sebagai Cumda. Lebih jelasnya, catatan itu menyebut Pajajaran adalah nama ibu kota, sementara Sunda ialah kerajaannya.
Supratikno Raharjo dan kawan-kawan (1986:23) menulis pada era Kerajaan Sunda atau Pajajaran, tumbuh sejumlah pelabuhan penting di pesisir utara Jawa bagian barat. Tercatat ada 6 pelabuhan besar, yakni Banten, Ponlang, Cigede, Tamgara, Cimanuk, dan Kalapa (Sunda Kelapa). Di antara 6 pelabuhan itu, yang paling vital ialah Pelabuhan Kalapa. Bandar ini bisa ditempuh dalam waktu dua hari dari ibu kota Kerajaan Sunda yang disebut dengan nama Dayo.