James Acton, salah satu direktur program kebijakan nuklir di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan: “Gambaran besarnya adalah seberapa besar Rusia mengevaluasi kembali kepentingannya terhadap Korea Utara yang memiliki senjata nuklir.”
Rusia mungkin memandang Korea Utara yang memiliki senjata nuklir sebagai sebuah “fait accompli”, katanya, dan telah beralih dari kebijakan yang dengan enggan menentang proliferasi bersama Amerika Serikat menjadi menerima dan melindungi rezim tersebut dengan imbalan bantuan material yang sangat dibutuhkan dalam perang di Ukraina.
Acton mengatakan Rusia mungkin masih belum siap untuk memberikan dukungan langsung terhadap program nuklir Korea Utara, dan lebih cenderung membantu program rudal atau kapal selam Korea Utara.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Alexander Gabuev, direktur Carnegie Russia Eurasia Center, mengatakan: “Yang penting sebenarnya adalah bantuan untuk program luar angkasa dan program rudal jika hal itu terjadi, dan hal itu mempunyai hubungan langsung dengan masalah nuklir. Ini bukan tentang perangkat itu sendiri, tetapi tentang cara pengirimannya. Di sinilah Korea Utara memerlukan banyak keahlian dan bantuan.”
Perjanjian Terkuat
Baik Rusia maupun Korea Utara tidak mempublikasikan teks perjanjian keamanan tersebut. Belum jelas bentuk dukungan apa yang akan diberikan, dan hanya sedikit rincian perjanjian yang dipublikasikan.
“Perjanjian kemitraan komprehensif yang ditandatangani hari ini memberikan, antara lain, bantuan timbal balik jika terjadi agresi terhadap salah satu pihak dalam perjanjian ini,” kata Putin seperti dikutip kantor berita negara Rusia, Tass.
Putin kemudian menggambarkan perjanjian tersebut sebagai “defensif”, dengan alasan hak Korea Utara untuk membela diri. Dia menambahkan bahwa Rusia tidak akan mengesampingkan peningkatan kerja sama teknis militer dengan Korea Utara.
Kim, berbicara setelah upacara penandatanganan, menyebut perjanjian itu sebagai “perjanjian terkuat yang pernah ditandatangani antara kedua negara,” dan meningkatkan hubungan mereka ke “tingkat aliansi yang lebih tinggi”.
Pakta tersebut akan mengarah pada kerja sama politik, ekonomi dan militer yang lebih erat, katanya, seraya memuji perjanjian tersebut sebagai “mempercepat penciptaan dunia multipolar baru”.
Kunjungan Putin diawasi dengan ketat oleh AS dan Korea Selatan di tengah kekhawatiran bahwa peningkatan kerja sama militer antara negara-negara yang terisolasi dan terkena sanksi dapat meningkatkan upaya perang Kremlin di Ukraina dan menambah ketegangan di semenanjung Korea.