Ia mengatakan tidak lama setelah banjir melanda negara bagian tempat ia tinggal, ia melihat unggahan foto-foto awan di media sosial yang mengklaim awan-awan itu hasil rekayasa dan mempertanyakan institusi-institusi ilmiah.
Menurutnya penyemaian hujan tidak bisa mengakibatkan peristiwa sebesar yang terjadi di Rio Grande do Sul. Asisten profesor di University of Wyoming Di Yang mengatakan penelitian ekstensif selama beberapa dekade menunjukkan tidak ada dampak skala besar atau jangka panjang yang pasti dari penyemaian awan.
Namun, kelompok-kelompok yang skeptis dengan perubahan iklim kerap menyalahkan teknik ini. Kepala penelitian di Center for Countering Digital Hate Callum Hood mengatakan ketika peristiwa cuaca buruk semakin sering terjadi, para penyangkal iklim berusaha keras untuk mengklaim cuaca ekstrem ini tidak ada hubungannya dengan perubahan iklim. “Sekarang Anda bisa melihatnya setiap musim panas,” katanya.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Hood mengatakan seiring dengan semakin banyaknya perubahan yang terjadi pada musim dan ekosistem, argumen yang sedikit lebih konspiratif dan lebih baru mengalahkan narasi lama dengan menyangkal pemanasan bumi dengan mencoba berargumen kejadian cuaca ekstrem memiliki penyebab lain, entah itu rekayasa alam atau yang lainnya.
Peneliti Institut Nasional Brasil untuk Penelitian Antariksa Lincoln Muniz Alves mengatakan penyebaran narasi yang salah tidak hanya menghalangi komunikasi yang efektif selama krisis lingkungan. Namun juga memperkuat pandangan mereka yang menyangkal realitas perubahan iklim.
Metode modifikasi cuaca masih menjadi kontroversi di kalangan komunitas ilmiah, sebagian karena adanya potensi konsekuensi yang tidak diinginkan seperti kelebihan hujan dan polusi. Namun para ahli mengatakan kehati-hatian seperti itu seharusnya tidak mendiskreditkan realitas krisis iklim.
“Fokus pada penyemaian awan ini melewatkan gambaran yang lebih besar selama lebih dari satu abad, manusia melepaskan gas rumah kaca (yang) memanaskan planet ini dan membuat hujan lebat lebih mungkin terjadi di banyak wilayah di dunia,” kata peneliti di Grantham Institute, Imperial College London Edward Gryspeerdt.
“Kita sudah memanipulasi cuaca dalam skala global (yang lebih besar) daripada yang bisa dilakukan melalui penyemaian awan,” tambahnya. (*)