Selain itu, Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang kenaikan PBB sudah mengacu ke peraturan dari pemerintah pusat dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Pihaknya tidak bisa sendirian merubah Perda tanpa melibatkan pihak lain termasuk pemerintah pusat.
Karena itu, Agus Mulyadi memberi solusi jalan tengah. Pemkot Cirebon akan memberi diskon sampai 50 persen dan stimulus yang meringankan warga Kota Cirebon.
“Kita berlakukan diskon sampai 50 persen dan perubahan zona atau area. Klaster A misalnya akan dimasukan ke klister B supaya lebih ringan,” tutur Agus Mulyadi.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Mendengar solusi yang ditawarkan Agus Mulyadi, warga tetap menolak. Sebab setelah dihitung-hitung, baik pemberian diskon maupun stimulus lain termasuk perubahan klister, tetap saja kenaikan jatuhnya di kisaran 100 sampai 500 persen.
“Yang ditawarkan Pemkot Cirebon bukan solusi. Hanya PHP atau prank saja. Jika begini, Gerakan boikot tetap berlangsung. Jika tidak ada legislatif eksekutif review atas Perda , kita mulai berpikir melalukan juidicial review ke Mahkamah Agung,” tutur warga.
Perwakilan warga Kota Cirebon menilai, kenaikan PBB yang di atas 100 persen sangat membahayakan. Sebab akan mempengaruhi seluruh perdagangan, termasuk harga sewa-menyewa yang akan menyesuaikan, sehingga seluruh harga barang yang dibeli warga di Kota Cirebon akan serentak ikut melonjak.
“Kita akan mengalami kelesuan ekonomi. Alih-alih Pemkot berorientasi memperbesar PAD (Pendapatan Asli Daerah), yang didapat adalah kemerosotan ekonomi,” tutur mereka. (*)