Kelalaian itu, selain menyebabkan kematian Ibu Tien Soeharto, juga akan menyebabkan kejatuhan Soeharto sebagai presiden. “Kutuk tidak hanya didatangkan berupa malapetaka wafatnya Ibu Tien, namun sekalaigus juga tumbangnya Soeharto dari kursi kepresidenan,” tulis berita itu.
Lalu, berita itu diperkuat juga dengan mengutip pernyataan purnawirawan yang dekat dengan keluarga Cendana. Tetapi nama purnawirawan itu dirahasiakan.
Sumber purnawirawan yang dikutip itu mengaku menyaksikan peristiwa pertengkaran Bambang dan Tommy. Pernyataannya membantah kabar Ibu Tien meninggal karena terkena tembakan.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Memang waktu itu Bambang dan Tommy ribut. Tapi mereka ribut di dalam perpustakaan yang terkunci dari dalam. Tidak mungkin Ibu Tien bisa masuk dan sampai tertembak,” kata purnawirawan itu yang mengaku berada di Cendana ketika Bambangd an Tommy bertengkar hingga adu tembakan.
Tapi purnawirawan itu mengakui, Ibu Tien Soeharto sempat mendekati pintu perpustakaan untuk melerai. Sebelumnya, Ibu Tien berbicara dengan Soeharto, lalu mendekati kamar perpustakaan untuk menegur Bambang dan Tommy.
“Tapi bukan pertengkaran yang terhenti, malah ledakan peluru yang menyambut. Suara tembakan itu sangat keras memecah ruang rumah mereka. Ibu Tien kaget, jantungnya sempat terhenti,” ujar purnawirawan itu. Suara tembakan ia sebut sebagai penyebab Ibu Tien Soeharto mendapat serangan jantung. Ibu Tien Soeharto, kata mantan kapolri jenderal (Purn) Sutanto, meninggal di RSPAD.
Sebelum dibawa ke RSPAD, Ibu Tien Soeharto sempat mendapat pertolongan pertama menggunakan peralatan medis yang tersedia di rumah. “Kemudian dilarikan ke rumah sakit,” lanjut purnawirawan yang tak disebutkan namanya itu.
Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Sutanto memberikan kesaksian berjudul “Rumor Itu Sangat Kejam”. Kesaksian itu dimuat di buku Pak Harto, The Untold Stories, yang terbit pada 2012.
“Pada hari Jumat, 26 April 1996, sore menjelang gelap Pak Harto dan rombongannya memancing di perairan sebelah barat Anyer. Hanya dua ekor ikan berhasil ditangkap. Pak Harto sempat menyeletuk, ‘Ini kok tidak seperti biasanya?’ Ketika itu tidak ada firasat buruk apa pun. Baru beberapa hari kemudian saya menyadari hal itu mungkin pertanda menjelang wafatnya Ibu Negara,” kata mantan kapolri Sutanto.