Keempat, kata Said, pemerintah perlu memastikan surat berharga negara (SBN) sebagai instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan yield yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN. Apalagi, SBN telah menjelma menjadi sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan APBN.
“Kelima, pemerintah perlu memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan di tengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas. Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan,” ungkap dia.
Keenam, lanjut Said, berbagai kebijakan Bank Indonesia yang mengurangi US$ sebagai pembayaran internasional, dengan membuat sejumlah local currency swab terasa belum terlihat outcome-nya. Untuk itu, kata dia, Bank Indonesia perlu memastikan kebijakan ini sesegera mungkin dapat diandalkan sehingga ketergantungan kita terhadap US$ perlahan lahan bisa dikurangi.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
“Ketujuh, pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengantisipasi kebutuhkan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, agar tidak makin membebani sektor keuangan,” pungkas Said. (*)