MOMEN hari raya kurban sangat spesial bagi warga masyarakat Blok Wuni I Desa Dawuan, Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon.
Mereka berbondong bondong di pagi hari menuju halaman mushola Al Hidayah untuk mengerjakan sholat Idul Adha berjamaah.
Idul Adha merupakan hari raya bersejarah untuk mengenang kembali peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim atas putranya, Ismail. Saat Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah melalui mimpinya untuk “menyembelih” anaknya yang sangat dicintai, dia menghadapi dua pilihan yaitu mengikuti dorongan perasaan dengan menyelamatkan Ismail, atau mentaati perintah Allah dengan totalitas ketundukan.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Di tengah kebimbangan itu, Ismail menyatakan dengan tegas atas pertanyaan ayahnya, bahwa ia siap dengan sepenuh hati untuk menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian, turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan kami panggillah: Wahai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini sebagai ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS As-Shaffat: 104-107).
Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan qurban, di setiap tanggal 10 Dzulhijjah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Deskripsi historis ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kerelaan untuk berkorban adalah esensi yang melekat dari ibadah Qurban. Nilai-nilai tersebut telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan ditanamkan kepada anak kesayangannya, Nabi Ismail.
Sikap rela berkorban ini merupakan salah satu karakter keberimanan yang dimunculkan dari kedalaman spiritualitas demi sebuah tujuan tertinggi. Dalam konteks hubungan sosial, rela berkorban merupakan perwujudan sikap “altruisme”, menjunjung nilai-nilai “mengutamakan orang lain” dari pada diri sendiri.
Yaitu, mengorbankan apa yang kita punya, bahkan yang kita cintai untuk kesejahteraan orang lain. Jika Nabi Ibrahim Alaihis Salam mengorbankan Ismail Alaihis Salam, sedangkan para sahabat Rasulullah Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam mencontohkan dengan rela mengorbankan segala materi untuk membantu orang lain yang lebih memerlukan, walaupun mereka sendiri masih membutuhkannya. Allah berfirman: