PASCA-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno masih berjuang keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pasalnya, muncul berbagai gerakan kelompok tertentu yang berusaha memecah belah. Satu di antaranya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Latar belakang pemberontakan DI/TII yang diketuai Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, yakni karena ketidakpuasannya terhadap kemerdekaan Indonesia yang masih dibayang-bayangi Belanda. Kartosoewirjo ingin mendirikan negara atas dasar agama (Negara Islam Indonesia).
Sejumlah percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno pun dilakukan, salah satunya yang pernah terjadi pada 14 Mei 1962 atau 62 tahun yang lalu.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Peristiwa itu bertepatan pada pelaksanaan Salat Idul Adha di lapangan rumput antara Istana Negara dengan Istana Merdeka, Jakarta. Melansir buku Kesaksian tentang Bung Karno, suasana sebelum salat tampak baik-baik saja. Namun, dari baris keempat tiba-tiba terdengar teriakan diiringi bunyi tembakan. Aksi penembakan terhadap Presiden Soekarno pun dilakukan.
Dari beberapa kali tembakan, tidak ada satupun peluru yang berhasil mengenai tubuh Soekarno. Timah panas justru menyerempet bahu seorang ulama sekaligus Ketua DPR saat itu, Zainal Arifin. Dua korban salah sasaran lainnya, yakni Soedrajat dan Soesilo yang mengalami luka-luka. Keduanya merupakan anggota Detesemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden.
Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967 (1999), mengatakan, sebenarnya telah mendapat informasi mengenai rencana pembunuhan itu satu hari sebelumnya. Berdasarkan informasi itu, ia menempatkan beberapa anggotanya di sejumlah pos di sekitar jemaah, serta memperketat pintu masuk. Namun, upaya pembunuhan itu pun tetap dilakukan.
Belakangan diketahui, para pelaku adalah Sanusi, Kamil, dan Jaya Permana yang merupakan anggota DI/TII. Maulwi Saelan dalam Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 1965, ketiganya mengaku kesulitan membidik Soekarno. Dengan kata lain, pelaku kesulitan saat membedakan mana Soekarno dan mana yang bukan. Percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pun gagal.
Para pelaku kemudian ditangkap dan dijatuhi vonis hukuman mati oleh Mahkamah Angkatan Darat. Setelah peristiwa tersebut, Soekarno tidak pernah salat lagi di tempat terbuka. Selain itu, AH Nasution membentuk pasukan khusus yang tugas utamanya melindungi dan menjaga keselamatan kepala negara dan keluarganya. (*)