MENTERI ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan kementeriannya berencana menarik pinjaman lunak dari Bank Dunia atau World Bank. Nilai pinjaman tersebut sebesar US$ 635 juta atau Rp 10,33 triliun (kurs Rp 16.280).
Hal ini diungkapkan AHY dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Selasa lalu (11/6/2024). Dia mengatakan Kementerian ATR/BPN telah memperoleh pinjaman lunak sebesar US$ 200 juta atau Rp 3,2 triliun dari Bank Dunia untuk program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pinjaman itu diperoleh dalam lima tahun terakhir.
“Dalam lima tahun terakhir, kita mendapatkan pinjaman sebesar 200 juta US Dolar dari Bank Dunia untuk PTSL. Program ini dinilai berhasil oleh Bank Dunia,” kata AHY, Jumat (14/6/2024).
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Atas keberhasilan ini, AHY sempat diundang ke markas Bank Dunia di AS untuk mewakili tidak hanya Indonesia, tetapi benua Asia. Di sana, dirinya diminta berbagi cerita kesuksesan PTSL.
Melihat kesuksesan ini, AHY mengatakan pihaknya saat ini sedang menegosiasikan pinjaman tambahan. AHY pun mengatakan bahwa Bank Dunia kemungkinan besar akan memberikan bantuan pinjaman lunak tersebut.
Pinjaman lunak akan berguna mendorong upaya pemerintah mempercepat program PTSL dan mendorong kesuksesan program reforma agraria.
“Insyaallah, Bank Dunia akan meningkatkan bantuan pinjaman lunak, dari US$ 200 juta menjadi US$ 635 juta. Dengan sistem dan mekanisme yang tepat, kami optimis bantuan ini akan semakin meningkatkan kesuksesan program reforma agraria,” tegas AHY.
Reforma agraria adalah Penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dikutip dari Kominfo, reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Dalam bentuknya reforma agraria yang ditargetkan akan dilaksanakan seluas 9 juta hektar sebagaimana Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dalam skemanya legalisasi aset 4,5 juta hektar yang meliputi legalisasi terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum bersertifikat yaitu seluas 600.000 hektar dan legalisasi terhadap tanah-tanah yang sudah berada dalam penguasaan masyarakat seluas 3,9 juta hektar.