Malaysia Usir 500 Orang Suku Bajo dari Lepas Pantai Sabah, Dari Mana Asal Leluhurnya?

Masyarakat suku Bajo di Indonesia.
Masyarakat suku Bajo di Indonesia.
0 Komentar

Bapongka (babangi) adalah kegiatan melaut selama beberapa minggu bahkan bulanan menggunakan perahu besar berukuran kurang lebih 4×2 meter disebut leppa atau sopek. Kegiatan ini sering mengikutsertakan keluarga, seperti istri dan anak-anak, bahkan ada yang melahirkan di atas perahu.

Sedangkan, sasakai ialah kebiasaan melaut menggunakan beberapa perahu selama beberapa bulan dengan wilayah jelajah antar pulau. Selama kelompok menjalani mamia kadialo (melaut), ada pantangan bagi keluarga yang ditinggal maupun mereka yang melaut.

Pantangan yang mereka harus hindari antara lain dilarang membuang sesuatu ke perairan laut, seperti air cucian teripang, arang kayu atau abu dapur, puntung dan abu rokok, air cabai, jahe dan air perasan jeruk, dan larangan mencuci alat memasak (wajan) di perairan laut.

Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga

Air cucian maupun bahan-bahan ini hendaknya ditampung dan dibuang di daratan. Ada pula pantangan memakan daging penyu. Jika dilanggar bisa mendatangkan malapetaka, bencana badai, gangguan roh jahat bahkan tidak mendapatkan hasil apa-apa di laut. Penyu dipercaya banyak menolong manusia yang mengalami musibah, karena itu satwa ini tidak boleh dibunuh.

Masyarakat Bajo, khususnya generasi tua, masih mempercayai gugusan karang tertentu sebagai tempat bersemayam arwah para leluhur. Orang tua melarang anggota keluarga menangkap ikan dan biota laut di sekitar gugusan karang, kecuali terlebih dahulu melakukan ritual tertentu dengan menyiapkan sajian bagi leluhur. “Berbagai pantangan itu mengandung nilai pelestarian ekosistem perairan laut dan pesisir,” ujar Profesor Ramli.

Asal-Usul dan Perubahan

Menurut Steven Sumolang dalam bukunya berjudul Tradisi Melaut dan Perubahannya, Suku Bajo mempunyai hubungan dengan Kerajaan Johor dan Kerajaan Bone, menjadi cerita pengikat kesatuan etnik Bajo yang menyebar di kepulauan nusantara.

“Tradisi Palilibu, Bapongka, Babangi, dan Lamma yang menangkap ikan sampai jauh dan berlama-lama akhirnya menetap, telah menyebabkan persebaran atau diaspora orang Bajo,” tulisnya.

Tradisi penangkapan ikan orang Bajo termasuk di Nain (Pulau di  Bunaken, Sulawesi Utara) telah mengalami perubahan. Kalau dahulu mereka menangkap ikan sampai sejauh mungkin dan menetap di daerah yang dituju (Palilibu, Bapongka, Babangi, Lamma), kini nelayan Bajo Nain telah menetap di kampungnya.

0 Komentar