Lalu,terkait Gibran rela menjadi narapidana politik. Heru mengambil contoh Nelson Mandela yang harus menanggung risiko menghabiskan seperempat abad lebih hidupnya di dalam penjara yang terletak di Pulau Robben, Cape Town yang kemudian dipindahkan ke Penjara Pollsmoor, Afrika Selatan.
“Mandela menggunakan pengetahuan hukumnya untuk mengkritisi masalah penindasan, pelecehan dan kekerasan terhadap bangsa kulit hitam melalui tulisan yang ia kirimkan kepada pengacara-pengacara di Afrika Selatan,” paparnya.
Lebih lanjut, imbuh Heru menekankan dari contoh sosok Mandela, Gibran yang diidolakan generasi Z bahwa sejarah Indonesia itu sejarah angkatan muda. Angkatan tua itu jadi beban. Menurutnya hanya kalangan muda yang mampu menggerakkan sejarah, melakukan perubahan. Lihat saja tetralogi Buru karya Pramoedya yang mengisahkan tentang Minke, seorang murid sekolah menengah yang kemudian sadar akan posisi bangsanya lalu merintis pembangunan organisasi kebangsaan di Indonesia.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
“Kepemudaan dalam sejarah politik Indonesia selalu terkait dengan semangat penuh vitalitas dan revolusioner. Bahkan ada yang menempatkannya sebagai aktor sejarah yang berperan sentral karena posisinya dalam berbagai peristiwa selalu dramatis dan lebih seru,” tandasnya.
Gibran harus memperkuat kepribadian baik secara lahir dan batin, tambah Heru sehingga mampu menjadi spektrum politisi yang kokoh di masa yang akan datang.
Lebih lanjut, imbuh Heru, mengingat pertarungan kontestasi politik 2024-2029 tidak bisa ditebak dan kemungkinan terjadinya depolitisasi Jokowi dan mempengaruhi performa politik Gibran yang menyebabkan Gibran dilengserkan. “Apakah Gibran sanggup menghadapi tekanan circle politik yang tidak menguntungkan?” tandas mantan caleg DPR RI PAN pro Ganjar Pranowo, Jumat (14/6).
Sementara, pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan kecakapan Gibran yang disebut oleh Ahmad Bahar sebagai presiden masa depan bakal diuji ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak lagi menjabat.
“Saya tidak skeptis melihat Gibran Rakabuming Raka. Mungkin saja dia ratu adil, satrio piningit. Tapi problem kita itu bukan di orangnya, tapi di sistem pemilihannya,” kata dia dalam siniar bertajuk Belum Apa-Apa Sudah Ada Buku ‘Gibran The Next President’ Memang Layak?!yang disiarkan oleh kanal Youtube Refly Harun, dikutip Kamis (13/6).