Dalam kaitannya dengan konsep pembebasan, ada satu bahasan lain yaitu propaganda. Propaganda dalam prosesnya selalu berjalan searah di mana pihak komunikator akan selalu menanamkan sugesti atau menggunakan unsur-unsur psikologis lainnya. Komunikator mengharapkan tidak adanya umpan balik bahwa propagandanya dapat diterima. Karena itu dalam propaganda untuk mencapai kemerdekaan kerapkali dihubungkan dengan mitos misalnya ”Jongko Joyoboyo”, ramalan ”Sabda Palon Naya Genggong.
Langkah terebut tampaknya dilakukan oleh Jepang dalam mempropagandakan untuk merayu Bangsa Indonesia agar sudi mendukungnya. Mengingat saat Jepang menjajah Indonesia, Jepang telah terseok-seok dalam Perang Pasifik Timur. Sehingga dukungan Bangsa Indonesia sangat dibutuhkan, termasuk diantara akan Ramalan Jayabaya bahwa Indonesia akan terbebas dari penjajahan oleh Bangsa yang ciri-cirinya mirip dengan Jepang.
Namun, propaganda negatif dilakukan oleh Westerling yang pernah menyalah-gunakan Ratu Adil. Westerling adalah seorang Belanda yang membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).Pandangan selanjutnya, melihat Ratu Adil adalah sebuah konsep kepemimpinan. Terkhusus Ratu Adil ketujuh yaitu Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu, jika mengambil pembagian dari R. Ng. Ranggawarsito.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Menurut Marwoto, Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu merupakan satria yang berjiwa dan bersemangat religius yang kuat. Dialah pemimpin yang ditunggu akan membawa kepada kemakmuran dan kesejatian bangsa. Pemimpin sejati yang tegas dan taat kepada Allah, menjalankan roda pemerintahan dengan berdasarkan kepada kitab suci. Seorang Pemimpin yang memiliki sifat rohaniawan dengan selalu berjalan sesuatu Hukum-hukum Kebajikan.
Menurut Purwadi, contoh dalam pewayangan dapat dikemukakan Sang Arjuna yang memiliki sifat Satria pinandhita, bahkan dia pernah bertapa sebagai Begawan Mintaraga atau Ciptoning di Gunung Indrakila. Kata Ciptoning diartikan sebagai pikirannya hening, sedangkan Mintaraga adalah badan yang berdoa.
Dia adalah ksatria Pandawa, tetapi juga rajin untuk prihatin, bertapa, berguru kepada resi, keluar masuk hutan, naik gunung untuk memohon kepada Tuhan untuk kemakmuran negara dan kebahagiaan seluruh rakyat dengan isitilahnya mencari ‘wahyu’ (Karunia Tuhan).
Tokoh dalam dunia pewayangan lainnya adalah Bima. Bima merupakan ksatria Pandawa yang dapat menemukan ‘diri sendiri’ dengan bertemu dengan Dewa Ruci di dasar lautan. Kemudian ilmu yang didapat tersebut diajarkan kepada semua orang. Bima merupakan ksatia yang jujur, taat selayaknya seorang pendeta.