GELOMBANG gejolak politik terasa makin nampak ramai menjelang penjaringan dan pendaftaran para calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati di berbagai daerah pada gelaran pilkada serentak tahun 2024, berbagai iklan, baliho serta pemberitaan di media sosial pun bermunculan.
Beragam percakapan politik pada setiap kalangan masyarakat pun ramai menghiasi, mulai dari barisan pendukung, pengamat, kalangan PNS sampai para petani dan pedagang kaki lima yang mengutarakan pendapat serta harapannya akan sosok pemimpin yang nantinya akan terpilih untuk memimpin daerahnya selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan.
Namun demikian di tengah semaraknya kontestasi pilkada serentak ini, masih terdapat misteri yang menimbulkan pertanyaan bagi pengamat atau masyarakat awam yakni terkait dengan isu adanya pertukaran sejumlah uang dengan dukungan politik antara bakal calon peserta pemilihan kepala daerah dengan partai politik, atau istilah yang lebih dikenal yaitu adanya mahar politik pada proses pencalonan kepala daerah.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Bersama pengamat sosial politik, Heru Subagia mengungkapkan belum adanya sinyal kepastian kandidat peserta pilkada yang diusung partai atau koalisi partai di berbagai daerah Kota dan Kabupaten dikarenakan faktor tingginya biaya politik yang harus dipukul. Pada pemilihan kepala daerah yang dipilih langsung rakyat menjadikan Pilkada berbiaya sangat mahal ditambah mahar atau sumbangan serta untuk sebuah rekomendasi tidak gratis. Faktor-faktor tersebut menyebabkan pendaftaran peserta pilkada masih minim kandidat.
“Besaran biaya politik yang harus ditanggung pasangan calon bupati atau walikota di setiap daerah berbeda-beda. Saya memprediksi dengan jumlah pemilih dan luas wilayah di Kabupaten Cirebon pasangan calon bupati dan wakilnya harus merogoh kocek 60 sampai dengan 100 Milyar untuk meraih kemenangan,” ungkap mantan Ketua DPD PAN Kabupaten Cirebon ini, Selasa (11/6).
Ini wajib dimengerti, kata Heru, semua calon bupati dan wakil harus merogoh kocek puluhan milyar sebagai sumbangan pada parpol untuk sebuah rekom dan menanggung semua biaya politik lainnya selama pilkada.
“Jadi, jangan GR dulu bagi kandidat yang sudah pegang rekomendasi dari DPP atau yang mengaku petugas DPP. Sekedar mengingatkan calon kepala daerah yang sudah mendapatkan surat penugasan hanya mengandalkan popularitas tapi minim modal untuk mencari pendamping atau calon wakilnya yang memiliki kemampuan finansial yang memiliki isi rekening gendut,” pungkasnya.