Para penabung di Tapera yang tidak memanfaatkan benefit KPR, disebut sebagai “penabung mulia” yang menolong orang-orang yang belum memiliki rumah mendapatkan kredit rumah. Setelah pensiun, penabung mulia mendapatkan pokok tabungan ditambah investasinya.
Mengapa tabungan tapi diwajibkan? Kata Heru Pudyo Nugroho, subtansi dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 menyebutkan, pekerja yang wajib adalah yang penghasilannya lebih dari upah minimun.
Tapera ini membebani pekerja. Gaji sudah tipis makin miris karena banyak potongan. Bagaimana ini? Menjawab hal tersebut, Indah Anggoro Putri dari Kemenaker mengatakan, Insya Allah ini tidak memberatkan, karena diberlakukan kepada pekerja yang upahnya di atas Upah Minimum. “Apalagi ini bukan iuran. Jika tidak dimanfaatkan untuk KPR, tabungannya nanti bisa digunakan saat pensiun,” ujarnya.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Tapera dinilai tumpang tindih dengan manfaat yang didapat dari iuran BPJS Ketenagakerjaan. Dalam program JHT (Jaminan Hari Tua) ada manfaat layanan tambahan perumahan.
Kemenaker menjelaskan, UU Tapera justru sangat harmoni dengan UU terkait BPJS Ketenakerjaan. Sama-sama menyediakan fasilitas kesejahteraan untuk pekerja. Bedanya, pada sifat dan mekanismenya. JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan adalah layanan tambahan dan sifatnya sukarela. Sedangkan Tapera adalah kewajiban, sesuai amanat undang-undangnya. “Kalau tidak happy dengan undang-undang ini, ada mekanismenya,” ujar Indah.
Moeldoko mengatakan, saat ini banyak yang gelisah dan marah dengan Tapera, karena belum ada sosialisasi yang masif dan banyak yang belum paham. Padahal program ini menunjukkan kepedulian Pemerintah kepada kebutuhan pokok masyarakat, yaitu papan. Menyediakan sandang, pangan dan papan itu tugas konstitusi. Ada dasar hukumnya, menyediakan perumahan dan pemukiman.
Melihat banyak masyarakat yang sulit memiliki rumah, kata Moeldoko, Pemerintah berpikir keras. Bagaimana agar kenaikan gaji dan tingkat inflasi bisa seimbang sehingga masyarakat mampu membeli hunian. Sejumlah negara juga telah menjalankan program yang semacam ini. Misalnya di Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia.
Tapera akan dijalankan pada 2027. Dan selama tiga tahun menjelang program itu dijalankan, Pemerintah akan gencar melakukan sosialiasi. Moeldoko meyakinkan, Tapera tidak akan bernasib seperti asuransi lain semisal ASABRI atau Jiwasraya. Akan ada komite yang mengawasi, mengelola dengan akuntabel dan transparan. Investasinya pun akan dikontrol dengan baik.