Menekankan pentingnya melindungi non-kombatan, pernyataan tersebut mencatat bahwa Israel berhak mengejar kelompok Palestina, Hamas, yang dua anggotanya terbunuh dalam serangan Ahad malam. “Namun seperti yang telah kami jelaskan, Israel harus mengambil langkah antisipasi yang memungkinkan untuk melindungi warga sipil. Kami terus berkomunikasi dengan militer Israel dan mitra lainnya untuk memahami apa yang terjadi sehubungan insiden tersebut,” katanya.
Belanda pun menyeru kepada Israel untuk mematuhi keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan menghentikan operasi militernya di kota Rafah, kata Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Senin (27/5/2024). “Belanda mendesak Israel segera mematuhi Perintah Mahkamah Internasional,” tulis Rutte di X.
“Gambaran mengerikan” serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi di Rafah “menyoroti sekali lagi” perlunya gencatan senjata segera di Jalur Gaza dan pembebasan semua sandera yang disandera oleh gerakan Palestina Hamas, tambah perdana menteri Belanda itu.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Sedikitnya 45 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, terbunuh dan hampir 250 orang lainnya terluka akibat serangan Israel di kamp tersebut, Ahad. Serangan itu terjadi di dekat pangkalan logistik badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Tal al-Sultan, menurut Kantor Media Pemerintah yang berbasis di Gaza.
Serangan terbaru itu terjadi meski terdapat keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Kota Rafah, yang menjadi tempat perlindungan bagi satu juta lebih warga Palestina sebelum diserbu pada 6 Mei.
Kelompok militan Hamas, pada Senin (27/5/2024) mengumumkan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam perundingan apa pun menyusul kejahatan keji yang dilakukan rezim Zionis Israel di kamp pengungsi di Kota Rafah, Gaza selatan. Melalui pernyataan sebelumnya Hamas menyebutkan Pemerintah Amerika Serikat dan khususnya Presiden Joe Biden bertanggung jawab atas kejahatan tersebut.
Sebab menurutnya, jika bukan karena dukungan dan lampu hijau dari Washington, rezim Zionis tidak mungkin melakukan aksi semacam itu. Hamas juga menuntut implementasi segera keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan desakan terhadap rezim pendudukan agar menghentikan pertumpahan darah warga sipil Palestina, termasuk perempuan, anak-anak dan kaum lansia.