Menurutnya, kisah Baridin-Ratminah yang dibuat oleh Askadi Sastra Suganda ini merupakan cerita yang menggambarkan realita kehidupan di tengah masyarakat. Di mana dalam cerita itu, terdapat sekat antara orang miskin dan orang kaya.
Tokoh yang menjadi orang miskin dalam cerita ini adalah Baridin bersama ibunya, yakni Mbok Wangsih. Sementara yang menjadi orang kaya adalah Ratminah dan ayahnya, yaitu Bapak Dam.
“Jadi Pak Askadi menulis cerita itu dengan menggali kisah keseharian di tengah masyarakat. Bagaimana ada pertentangan antar kelas. Ada kelas buruh tani yang diwakili oleh Baridin. Karena dalam cerita, Baridin itu dari keluarga buruh tani,” kata dia.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Akibat adanya sekat tersebut, Baridin yang jatuh hati kepada Ratminah pun seolah tidak berhak untuk mendapatkan gadis pujaan hatinya. Hingga akhirnya, Baridin kemudian nekat mengambil jalan pintas dengan melakukan ritual Kemat Jaran Guyang demi membuat Ratminah tergila-gila kepadanya.
Namun nahas, meski tujuannya berhasil, Baridin kemudian meninggal dunia usai menjalani ritual Kemat Jaran Goyang dengan berpuasa 40 hari 40 malam. Hal tragis juga dialami oleh Ratminah.
Sepeninggal Baridin, Ratminah yang sudah jatuh cinta kepada anak dari Mbok Wangsih itu kemudian gila. Tidak lama setelahnya, Ratminah juga meninggal dunia.
“Jadi cerita Baridin-Ratminah ini seperti cerita pada umumnya kisah percintaan di berbagai bangsa. Di berbagai belahan dunia juga selalu ada kisah-kisah percintaan yang dibumbui dengan pertentangan antar kelas atau yang diwarnai oleh kontroversi karena perbedaan kasta dan lain sebagainya,” ucap Chaidir.
Pesan Moral di Balik Cerita Baridin-Ratminah
Hingga kini, cerita tentang Baridin-Ratminah masih cukup dikenal oleh masyarakat Cirebon. Chaidir tidak menampik jika tidak sedikit masyarakat yang kemudian menganggap jika cerita Baridin-Ratminah merupakan kisah nyata yang benar-benar terjadi.
Meski begitu, ia memastikan jika kisah itu hanyalah cerita fiksi yang dibuat oleh Askadi Sastra Suganda dan dipopulerkan oleh Abdul Adjib.
“Saya sendiri mengalami. Waktu jaman saya sekolah itu cerita Baridin-Ratminah sedang ngetop-ngetopnya. Dan sampai sekarang cerita itu masih populer. Bahkan ada orang yang kemudian bertanya-tanya sebenarnya ini kisah nyata atau bukan,” kata Chaidir.