Baridin yang mendengar kabar jika ibunya telah dihina oleh Ratminah dan Bapak Dam langsung marah besar. Atas hal itu, Baridin pun seolah langsung kehilangan akal sehatnya.
Di satu sisi, ia merasa tidak terima setelah ibunya dihina. Tapi di sisi lain, Baridin masih menaruh hati kepada gadis pujaan hatinya, yakni Ratminah.
Situasi ini pun membuat Baridin terdorong untuk mengambil jalur pintas. Ia melakukan ritual untuk mendapatkan hati Ratminah. Baridin menggunakan ajian bernama Kemat Jaran Goyang untuk memikat hati Suratminah.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Dalam menjalankan kemat ini, Baridin berpuasa selama 40 hari 40 malam. Puasa itu ia niatkan untuk membuat Suratminah bisa tergila-gila ke padanya.
Akibat terkena kemat tersebut, Ratminah yang awalnya menolak bahkan menghina Baridin dan keluarganya pun langsung berubah sikap. Ratminah jatuh hati bahkan sampai tergila-gila kepada Baridin.
Ratminah pun menangis dan memohon kepada ayahnya agar dinikahkan dengan Baridin. Ayah Ratminah, yakni Bapak Dam yang tidak ingin anak kesayangannya mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, kemudian menuruti keinginan Ratminah.
Bapak Dam kemudian mengajak putrinya menemui Baridin dengan niat untuk menikahkan mereka. Namun sayang, kesempatan itu sudah terlambat. Baridin meninggal setelah sebelumnya menjalani ritual dengan berpuasa selama 40 hari 40 malam.
Baridin meninggal dengan membawa rasa sakit hati yang mendalam. Sementara Ratminah, setelah Baridin meninggal, ia pun menjadi gila. Yang terucap dari mulut Ratminah hanyalah Baridin. Tidak lama setelahnya Ratminah pun meninggal dunia.
Kisah Baridin-Ratminah hanya Cerita Fiksi
Budayawan Cirebon, Raden Chaidir Susilaningrat mengatakan kisah percintaan Baridin-Suratminah hanyalah cerita fiksi. Cerita itu dibuat oleh seorang seniman bernama Askadi Sastra Suganda dan dipopulerkan oleh Abdul Adjib.
“Kebetulan saya mengenal secara pribadi dengan penulis (cerita Baridin-Ratminah), yaitu almarhum Bapak Askadi Sastra Suganda. Beliau itu kakak kandung dari Abdul Adjib,” kata Chaidir.
Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?
Chaidir mengatakan, cerita tentang kisah percintaan Baridin-Ratminah mulai populer di era tahun 1970-an – 1980-an. Saat itu, kisah tersebut sering ditampilkan dalam sebuah kesenian drama tarling.
“Jadi saat itu kesenian tarling ditampilkan dalam bentuk drama musikal. Seperti opera atau ketoprak. Sehingga grup-grup tarling saat itu membuat cerita-cerita untuk dipentaskan,” kata Chaidir.