SETIAP daerah memiliki sebuah legenda yang mengisahkan tentang berbagai macam hal. Tidak terkecuali di Cirebon. Di daerah berjuluk ‘Kota Udang’ ini, ada sebuah cerita rakyat tentang kisah percintaan yang berujung tragis.
Dua tokoh dalam cerita ini adalah seorang pria bernama Baridin dan seorang wanita bernama Suratminah atau Ratminah. Hingga kini, cerita Baridin-Ratminah masih melegenda di tengah masyarakat Cirebon.
Bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, cerita cinta Baridin dan Ratminah tentu tak asing lagi. Legenda yang dipopulerkan oleh Maestro Tarling, H. Abdul Adjib, pada tahun 1980-an itu hingga kini masih mengakar di hati masyarakat Cirebon.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Dikutip dari laman resmi Pemkot Cirebon, dalam cerita ini, dikisahkan Baridin merupakan pria yang lahir dari keluarga miskin. Ia hanya tinggal bersama ibunya bernama Mbok Wangsih. Baridin tinggal berdua dengan ibunya setelah sang ayah meninggal dunia. Baridin pun menjadi tulang punggung untuk menghidupi ibunya.
Singkat cerita, Baridin yang saat itu belum menikah kemudian jatuh hati kepada seorang gadis. Gadis itu bernama Ratminah. Wanita itu merupakan anak dari seorang kaya raya bernama Bapak Dam.
Baridin yang sedang dimabuk asrama kemudian meminta ibunya untuk melamar gadis pujaannya. Namun saat itu ibu Baridin, yakni Mbok Wangsih menolak karena ia berfikir mana mungkin orang kaya raya mau menerima lamarannya.
Baridin yang sudah jatuh hati kepada Ratminah terus menerus memaksa ibunya untuk melamarkan Ratminah. Baridin bahkan mengancam akan bunuh diri jika keinginannya tidak dituruti.
Mbok Wangsih yang tidak ingin kehilangan anak satu-satunya akhirnya menuruti permintaan Baridin. Dengan berat hati, Mbok Wangsih kemudian pergi ke rumah Ratminah dan menemui keluarganya.
Setibanya di kediaman Ratminah, Mbok Wangsih kemudian menyampaikan maksud dan tujuannya. Namun saat itu, hal tidak mengenakan justru yang didapat oleh Mbok Wangsih. Ia dihina dan dicaci oleh Ratminah bersama dengan ayahnya, Bapak Dam.
Tidak sampai di situ, Mbok Wangsih juga diusir oleh Ratminah dan keluarganya. Mbok Wangsih pun kemudian pulang ke rumah dengan membawa perasaan rasa sakit hati yang mendalam.