Pendiri Pena Writing School ini dalam bukunya juga mengisahkan tentang pencalonan Gibran dalam peritiwa budaya sebagai fenomena baru. Dalam salah satu sub judul buku ini tentang ‘Uwis Wayaye’ yang artinya kalau Gibran muncul mungkin sudah waktunya anak muda tampil di muka (sebagai calon).
“Tapi masalahnya kenapa harus anak muda yang merupakan anak dari Jokowi. Apakah yang lain tidak ada yang lebih hebat dan mampu, hanya saja ada daya tarik dan data lebihnya, karena dia anak dari seorang Presiden,” kata Bahar.
Empat tahun kemudian, buku terbarunya berjudul Gibran The Next President diluncurkan di Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu 25 Mei 2024. Walaupun berlangsung sederhana dan tanpa dihadiri pejabat daerah atau nasional, namun Ahmad Baharudin nampak bahagia di acara peluncuran buku Gibran The Next President.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Dalam kesempatan saat berkunjung ke Cirebon, Ahmad Baharudin yang akrab disapa dengan Ahmad Bahar ini menceritakan pengalamannya sebagai penulis ratusan judul buku.
Yang terbaru adalah buku berjudul Gibran The Next President. Ia menjelaskan, dengan terbitnya buku terbarunya ini, ternyata membuat banyak orang menduga-duga bahwa buku ini berisi tentang upaya Gibran dalam memenangkan kontestasi Pilpres 2024.
Padahal buku ini sesungguhnya membahas soal Gibran sebagai peristiwa budaya.
Dalam budaya Jawa sesungguhnya ungkapan-ungkapan yang memiliki makna luhur. Yakni sebuah tradisi budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam buku tersebut Gibran digambarkan olehnya beberapa kali melanggar tradisi dan budaya Jawa. Mungkin penyebabnya akibat ketidaktahuan atau pura-pura tidak tahu.
Menurut jebolan Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada ini, sebagai calon pemimpin masa depan banyak hal yang dicoba dibahas keterkaitannya soal Gibran sebagai peristiwa budaya.
Dengan membahas Gibran sebagai peristiwa budaya ternyata cukup menarik dan menggelitik. Apalagi di era zaman milenial ini banyak anak muda sudah tidak memahami budaya Jawa.
“Banyak orang Jawa yang sudah tidak ‘Njawani’,” ucap Ahmad Bahar, Selasa (28/5).
Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?
Dalam buku tersebut juga menjelaskan tentang Gibran menjadi pemimpin muda di era yang terbuka dan berkualitas di Indonesia. Ia menjadi simbol kemunculan anak muda Indonesia dalam panggung perpolitikan nasional.