“Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran,” ucap Iqbal.
Iqbal mengatakan pihaknya mendesak agar melibatkan partisipasi Dewan Pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi secara aktif dan bermakna dalam pembahasan revisi UU Penyiaran
“Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam menjaga dan memperjuangkan kebebasan pers sebagai pilar penting dalam demokrasi,” tutup Iqbal.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Organisasi-organisasi yang menolak RUU ini antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI, LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta, LPM Parmagz Paramadina, LPM SUMA Universitas Indonesia.
Lalu, LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta, LPM ASPIRASI – UPN Veteran, Mata IBN Institute Bisnis Nusantara, LPM Media Publica, LPM Unsika, dan Forum Pers Mahasiswa Jabodetabek (FPMJ).
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan, mengaku dirinya akan memperjuangkan kebebasan pers demi demokrasi. Farhan mengakui, pers merupakan pilar keempat demokrasi.
“Saya sekali lagi berkepentingan membela dan memastikan bahwa kebebasan berpendapat dan kebebasan pers harus dipertahankan, sekuat-kuatnya untuk pilar demokrasi keempat,” kata Farhan usai menemui massa aksi.
Farhan mengatakan dirinya tak bisa berjuang sendiri untuk menyetop RUU Penyiaran itu. Sebab, anggota DPR harus menyesuaikan dengan sikap fraksi partai masing-masing.
“Bagaimanapun juga anggota dewan harus menyesuaikan dengan sikap fraksi, enggak bisa sembarangan,” ucap Farhan.
Farhan mengatakan investigasi jurnalis tak boleh dilarang. Namun, ihwal masalah eksklusif tak bisa bergantung pada interprestasi. Ia mengaku tak tahu menahu siapa aktor di balik Pasal 50 B ayat 2 butir C perihal larangan jurnalis melakukan jurnalisme investigatif. Ia mengatakan orang yang memasukan pasal itu sedang berupaya melakukan pengontrolan terhadap pers.
Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?
“Enggak tahu saya siapa yang masukin pasal itu, apa pun alasan mereka, mereka ingin memastikan bahwa ada kendali atau pengontrolan terhadap media, itu sudah pasti. Motivasinya enggak tahu,” tutup Farhan. (*)