Sementara itu, Ketua Divisi Hubungan Eksternal dan Dana Usaha AJI, Muhammad Iqbal mengatakan beleid ini memang belum menjadi RUU. Namun, melihat rekam jejak DPR biasanya akan dilakukan buru-buru tanpa diketahui publik.
“Memang ini belum menjadi RUU, tapi kalau melihat track recordDPR yang biasa ngebut tiba-tiba langsung jadi,” kata Iqbal kepada Tirto di lokasi.
Iqbal mengatakan aksi hari ini sebagai bentuk tekanan terhadap DPR dan menunjukkan ke publik bahwa jurnalis berjuang menolak RUU Penyiaran ini. Khususnya, pasal-pasal yang bermasalah seperti Pasal 50B Ayat 2 butir c yang melarang jurnalisme investigasi.
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
“Kewenangan KPI bisa menyelesaikan sengeketa pers, no reason buat kita, enggak logis itu sama juga upaya sensor, sekarang posisinya dengan UU yang ada banyak jurnalis yang dikriminalisasi enggak melalui dewan pers langsung pakai UU ITE,” tutur Iqbal.
Iqbal mengatakan bila revisi UU ini gol dengan pasal-pasal yang bermasalah itu potensi jurnalis dipidana atau media dibredel makin kuat dan banyak. Pemerintah makin kuat menggunakan alat untuk membungkam publik.
Ketua Divisi Hubungan Eksternal dan Dana Usaha AJI, Muhammad Iqbal, mengatakan pihaknya menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Sebab, kata dia, dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik. Karena itu, mereka meminta agar pemerintah dan DPR merevisi beleid itu secara menyeluruh.
“Kami menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat sipil,” kata Iqbal kepada wartawan di lokasi.
Ia mengatakan organisasi jurnalis menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional, kata dia, akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
Iqbal mengatakan pihaknya mendukung upaya hukum dan konstitusional guna mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Oleh karena itu, menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers.