GUNUNG Tidar adalah sebuah gunung yang berada di tengah kota Magelang. Gunung setinggi kurang lebih 500 mdpl ini seolah menyambut delik saat berkunjung di kota Magelang.
Gunung Tidar tentunya punya hikayat atau legenda yang menyertainya. Hikayat tersebut meninggalkan jejak yang masih dapat disaksikan.
Asal usul nama dari Gunung Tidar ada banyak macam, salah satunya berasal dari kata mukti dan kadadar. Mukti berarti bahagia, berpangkat, dan kesuksesan, sedangkan kadadar berarti ditempa, dididik dan diuji. Jadi, Mukti dan Kadadar memiliki arti “siapa yang ingin hidup bahagia, memiliki pangkat, dan sukses dalam hidupnya harus ditempa, dididik, dan diuji agar menjadi orang yang profesional. Selain itu, ada yang menjelaskan bahwa nama tidar dalam Gunung Tidar berasal dari gabungan kata mati dan modar (dalam Bahasa Jawa).
Baca Juga:Survey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan KetigaPersidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu Lama
Terletak pada ketinggian 503 mdpl, dengan luas sekitar 701.674 m², sebenarnya lebih cocok disebut sebagai bukit daripada gunung. Jumlah seluruh anak tangga di Gunung Tidar sekitar 1002 anak tangga. Selain sebagai destinasi wisata religi, Gunung Tidar juga masuk dalam kawasan kebun raya sebagai hutan konservasi, dan pada lembah Gunung Tidar terdapat Akademi Militer sebagai Kawah Candradimuka yang mencetak Perwira Pejuang Sapta Marga, berdiri pada tanggal 11 November 1957. Ada beberapa maqom atau petilasan tokoh terkenal pada zaman dahulu, antara lain Syekh Subakir, Kyai Sepanjang, Pangeran Purboyo, dan Eyang Semar.
Banyak artikel di dunia maya yang menceritakan hikayat Gunung Tidar. Walaupun diceritakan dalam berbagai versi, namun inti cerita tetaplah sama. Hikayat Gunung Tidar bercerita tentang kisah para dewa yang menyeimbangkan pulau Jawa dengan pakunya dan kisah ulama yang datang ke gunung ini pada jaman dahulu untuk melawan penguasa gaib di Gunung Tidar yang meresahkan masyarakat sekitar.
Hikayat paling tua dan dipercaya secara kejawen adalah keberadaan tugu Sa Sa Sa yang berarti Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu ini tak hanya memberikan kata yang bermakna untuk kebaikan namun tugu Sa Sa Sa inilah yang disebut-sebut sebagai pakunya tanah Jawa yang ditancapkan para dewa untuk menyeimbangkan tanah Jawa. Kata “paku” di Gunung Tidar juga diartikan sebagai titik tengah pulau Jawa oleh sebagian orang.