Dalam forum yang sama, Indonesia sebagai tuan rumah juga turut memperkenalkan subak, sistem irigasi yang diwariskan turun-temurun sebagai kearifan masyarakat lokal Bali dalam mengatur pergiliran dan pembagian air dan peraturan pola tanam. Tidak ditetapkan secara individual oleh tetua, pengaturan pembagian air dalam Subak merupakan hasil musyawarah masyarakat.
Musyawarah ini didasarkan pada falsafah Tri Hita Karana dalam agama Hindu yang meliputi keharmonisan hubungan manusia dengan Pencipta (Parahyangan), hubungan manusia dengan alam sekitar (Palemahan) dan hubungan manusia dengan manusia (Pawongan).
Pengaturan perlu dilakukan agar semua masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan air bersih sesuai dengan cara dan tempat yang telah disepakati bersama.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Ada dua cara dalam pengaturan subak, seperti wilayah subak yang dibagi menjadi dua kelompok sesuai musim dan cara dibagi melalui pola tanam pertanian.
Subak diperkenalkan dalam diskusi WWF ke-10 di Bali oleh Pengelola Pura Ulun Danau Batur dan juga pengajar di Universitas Udayana, I Ketut Eriadi Ariana.
Berbagai praktik baik yang disampaikan dalam momentum World Water Forum itu diharapkan bisa memitigasi bencana hidrologi. Memang benar bahwa air merupakan sumber kehidupan, namun terlalu banyak (too much) atau terlalu sedikit (too little water) akan menimbulkan masalah.
Semua tahu bahwa sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, namun bencana terkait air seperti banjir dan kekeringan dewasa ini masih menjadi ancaman dan kerap terjadi di lokasi yang sama.
Akibatnya, banyak jiwa terancam dan aktivitas ekonomi lumpuh. Untuk itu, upaya rekayasa siklus air menjadi hal penting dalam mitigasi dan penanggulangan bencana hidrologi.
Hal tersebut memang kemudian sempat menjadi pembahasan menarik dalam World Water Forum ke-10 pada sesi rekayasa pemakaian air bertema Implementing Circular Water and Resources Management for Food Security and Resilient Cities di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Selasa (22/5/2024).
Sejumlah pembicara menyampaikan langkah nyata penerapan rekayasa sirkulasi air bagi masyarakat.
Baca Juga:Benda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RAT
Pada akhirnya forum ini pun patut diapresiasi karena mengajak masyarakat di seluruh penjuru dunia untuk menjeda sebentar fokus perhatiannya dan berpaling pada hal yang paling penting bagi kehidupan namun kerap terlupakan, apalagi kalau bukan air.