KOMNAS Perempuan menyampaikan keprihatinannya atas sejumlah kasus pembunuhan terhadap perempuan yang terjadi belakangan ini. Komnas Perempuan menyebut insiden itu sebagai femisida, yaitu pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya.
Adapun kasus-kasus pembunuhan korbannya adalah perempuan yang terjadi baru-baru ini di antaranya pembunuhan ‘wanita dalam koper’ di Bekasi, suami mutilasi istri di Ciamis, dan kasus pembunuhan di Minahasa Selatan yakni istri dibunuh suami gara-gara mengigau.
Atas rentetan kasus itu, Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk menamainya sebagai femisida, dan merekomendasikan pemerintah membentuk femisida watch untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan dan pemulihan terhadap keluarga korban.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati, menyampaikan bahwa untuk mengatasi ketiadaan data nasional tentang femisida, Komnas Perempuan telah melakukan pantauan pemberitaan media online.
Hasilnya diinformasikan dalam catatan tahunan dan laporan femisida setiap 25 November dengan tujuan menyebarluaskan pengetahuan tentang femisida dan mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil berbagai tindakan untuk mendokumentasikan, mencegah, menangani dan memulihkan keluarga korban femisida.
“Pantauan melalui pemberitaan memiliki keterbatasan, karena femisida bisa tidak terdeteksi melalui kata kunci yang digunakan, perbedaan waktu pemberitaan dengan waktu terjadinya femisida serta tidak mendapatkan kontruksi kasus secara utuh, hanya didasarkan pada indikasi dari informasi yang dituliskan oleh wartawan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengumpulkan, menganalisis dan mempublikasikan data statistik tentang femisida sebagai pelaksanaan dari Rekomendasi Umum Komite CEDAW No. 35 tahun 2017 dengan membentuk mekanisme femisida watch,” kata Retty dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/5/2024).
Retty mengungkap kasus indikasi femisida yang kuat pada 2020 terpantau 95 kasus, pada 2021 terpantau 237 kasus, pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus yang indikator berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida. Menurutnya, pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi.
Komisioner Komnas Perempuan Rainy M Hutabarat menambahkan selain femisida intim, kerentanan perempuan menjadi korban femisida juga dialami oleh perempuan disabilitas, perempuan pekerja seks dari pengguna jasanya dan mucikari, transpuan dan perempuan dengan orientasi seksual minoritas.