PAKAR menilai produktivitas pekerja Indonesia lebih rendah dibandingkan pekerja negara lain, khususnya di ASEAN. Libur nasional dan cuti bersama di tanah air dinilai terlalu panjang sehingga menggerus daya saing dan produktivitas kerja.
“Kita ini tertinggal dibanding banyak negara, dari sisi produktivitas, dari sisi jumlah jam kerja. Jadi harapan saya kita harus memikirkan ulang libur bersama,” ungkap ekonom senior sekaligus Tim Asistensi Menko Bidang Perekonomian, Raden Pardede, seusai acara DBS Asian Insights Conference 2024 di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Untuk diketahui, produktivitas pekerja Indonesia disebut berada di angka US$ 23,89 ribu per pekerja. Jumlah ini lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas pekerja ASEAN yang berada di angka US$ 24,27 ribu.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Menurut Raden, wajar apabila banyak pengusaha yang protes menuntut jumlah libur nasional dan cuti bersama bagi pekerja dipangkas. Dia menilai, berkurangnya hari kerja berdampak pada berkurangnya produksi usaha.
“Jadi saya pikir concern dari dunia usaha itu sangat masuk akal. Jangan terlalu banyak libur-libur yang tidak perlu,” ujar Raden.
Dia mengungkapkan, pemerintah seharusnya bisa memahami keluhan dari para pengusaha. Pemerintah dinilai harus mengkaji ulang penetapan jumlah libur panjang setiap tahunnya.
“Contohnya bulan ini saja, kita liburnya banyak sekali. Dua Minggu lalu libur, besok libur, ada hari kejepit kita selalu ambil libur. Memang terlalu banyak libur. Jadi kita harus bisa memahami itu. Kalau tidak, produktivitas mereka akan berkurang,” tuturnya.
Raden juga meminta tokoh agama untuk mempertimbangkan pemangkasan jumlah libur keagamaan saat ini. Menurutnya, libur keagamaan di Indonesia paling banyak dibandingkan negara lain.
“Masing-masing tokoh agama harus memikirkan juga, jangan terlalu banyak libur keagamaan ini. Kita punya 5 agama, masing-masing bikin ada libur. Kalau di negara lain kan mungkin hanya 1-2 agama. Jumlah libur keagamaan perlu dikurangi, sepakati mencari titik temu di sini,” bebernya. (*)