Kedua, mayoritas warga Kaledonia Baru keturunan Jawa masih bertutur menggunakan bahasa Jawa ngoko, meski sebagian lainnya sudah tidak bisa berbahasa Jawa.
“Masyarakat keturunan Indonesia ini pada umumnya masih memahami bahasa Jawa ngoko tetapi sebagian sudah tidak berbahasa jawa sama sekali. Kesulitan mempertahankan bahasa Jawa dapat dipahami karena anak anak semua bersekolah di sekolah Prancis yang mewajibkan muridnya untuk berbahasa Prancis baik di rumah maupun di sekolah,” imbuh Konsul Ema Noviana.
Ketiga, menurut Konsul Ema, masyarakat Jawa di Kaledonia Baru masih mempraktekkan budaya Jawa zaman dulu yang di Jawa sendiri sudah jarang dipraktekkan. “Seperti tradisi sesaji pindah rumah atau sesaji menjelang Lebaran, tradisi lebaran ini masih dilaksanakan oleh sebagian sesepuh walaupun mereka sendiri tidak melaksanakan ibadah agama Islam, bahkan sudah berpindah agama. Tradisi halal bihalal juga masih dilaksanakan baik oleh Muslim ataupun yang beragama lain, ” Urai Konsul Ema.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Keempat, warga keturunan Indonesia di Kaledonia Baru memiliki identitas kebudayaan Jawa yang tercampur budaya lokal Kaledonia Baru.
“Masyarakat disini juga sangat menghargai kesenian Indonesia terlihat dengan banyaknya permintaan untuk tampil. Orang Jawa di Kaledonia Baru mengalami pengaruh budaya lokal yang berbeda daripada orang Jawa di tempat lain, Mereka menggabungkan elemen-elemen budaya Jawa dengan budaya lokal Kaledonia Baru, menciptakan identitas unik yang mencerminkan pengalaman mereka sebagai diaspora Jawa di tempat baru,” tambah Ema.
Ia menyebut, asimilasi budaya Jawa dan Kaledonia Baru juga tampak misalnya dalam bahasa.
“Dari segi linguistik, orang Jawa juga sudah mencampur bahasa Jawa dengan Prancis. Misalnya dalam sebuah kalimat alih-alih mengatakan “kuehnya dipotong” mereka mungkin bilang “gateau-nya di-coupé”, Konsul Ema mencontohkan.
Kelima, menurut Konsul Ema, masyarakat keturunan jawa terbiasa mengadakan perayaan untuk memperingati kedatangan leluhur mereka dengan berbagai penampilan kesenian dan makanan khas Indonesia.
“Terdapat perkumpulan perkumpulan masyarakat keturunan Indonesia, ada yang berdasarkan agama, ada juga yang berdasarkan kegiatan olahraga dan sosial budaya dan semuanya tergabung dalam Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK)”, jelasnya.