Berdasarkan laporan dari Konsulat Jenderal Indonesia di Kaledonia Baru, sepanjang 1896 hingga 1949, pengiriman pekerja dari Jawa mencapai sekitar 19.510 orang. Jumlah yang sangat besar tersebut diangkut menggunakan sekitar 87 kapal. Tak lama kemudian Indonesia mendirikan Konsulat RI di Noumea pada 15 Mei 1951.
Namun pada 1952 hingga 1955, terjadi kepulangan massal orang-orang Jawa dari Kaledonia Baru. Pada tahun tersebut jumlah orang Jawa hanya tersisa sekitar 2.000 orang saja, padahal pada akhir 1940 masih terdapat sekitar 20.000 orang keturunan Jawa.
Setelah kepulangan massal ke Indonesia, tak semua benar-benar menetap di Indonesia. Ada yang kemudian memutuskan untuk kembali. Menurut Djintar Tambunan yang menjadi pemborong bangunan di sana, kloter terakhir pengiriman pekerja dengan sistem kontrak dari Indonesia ke Kaledonia Baru terjadi pada 1970.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
“Saya datang ke sini pada 1970, saat pertambangan sedang marak lewat kontrak yang sudah disahkan oleh Departemen Tenaga Kerja,” kata Djintar seperti dikutip Antara.
Pada akhir 1969 hingga awal 1970 tersebut, lebih dari seribu orang Indonesia datang ke sana khususnya untuk membangun jembatan Nera di Cote Ouest, jembatan di Cote Est dan menara St. Quentin di Magenta.
Eksistensi penduduk keturunan Jawa di wilayah tersebut dapat dilihat dari adanya pengakuan terhadap warisan bangsa Indonesia dengan didirikannya tugu peringatan 100 tahun kedatangan orang Indonesia di daerah Vallon du Gaz, Baei de l’Orphelinat (1996) dan di kota-kota lainnya seperti La Foa, Farno, Bourail, dan Kone. Tugu peringatan itu dibangun oleh pemerintah setempat.
Orang Jawa yang tinggal disana sekarang merupakan generasi kedelapan dan kesembilan. Kebanyakan dari mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, tapi mereka bisa berbahasa Jawa.
Bahasa yang mereka gunakan untuk komunikasi dengan sesama orang Jawa menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan untuk komunikasi resmi, baru mereka menggunakan bahasa Prancis.
Dalam laman resmi Universitas Gadjah Mada, peneliti sekaligus dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Subiyantoro, mengungkapkan bahwa telah terjadi hibriditas (pencampuran) kepada Bahasa Jawa yang dibawa oleh masyarakat Jawa yang dahulunya bermigrasi kesana. Bahasa Jawa yang digunakan disana sekarang ini kemudian disebut sebagai Bahasa Jawa Kaledonia Baru (BJKB), yakni bahasa Jawa yang telah berhibridasi dengan bahasa Perancis.