PROTES publik dan konstituen pers atas draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kian menguatkan pandangan bahwa pasal-pasal dalam draf itu nyata-nyata mengancam nyawa kemerdekaan pers. Sangat sulit dipahami nalar bahwa revisi itu bakal menciptakan asas keadilan bagi industri penyiaran di tengah era kemunculan media-media baru berbasis digital, sebagaimana niat semula.
Sepertinya, hari ini dan seterusnya para pegiat jurnalisme investigasi butuh figur Titus Brandsma. Ia dibunuh akibat mempertahankan imannya dan menolak untuk mempublikasikan propaganda serta menentang undang-undang anti-Yahudi yang dipropagandakan oleh Nazi.
Titus yang lahir pada tahun 1881 merupakan seorang teolog, jurnalis, dan penulis Belanda, serta ditahbiskan sebagai imam Karmelit. Ia dengan tegas menentang undang-undang anti-Yahudi yang disahkan Nazi di Jerman sebelum Perang Dunia II.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Ketika Jerman menginvasi Belanda pada Januari 1942, ia ditangkap oleh tentara Nazi. Nazi menjanjikan ketenangan kepada imam Karmelit itu dengan syarat surat kabar Katolik menerbitkan propaganda Nazi.
Namun Titus menolaknya, kemudian ia ditahan di kamp konsentrasi dan meninggal karena disuntik dengan zat asam karbol di kamp konsentrasi Dachau pada 26 Juli 1942. Ia meninggal pada usia 61 tahun.
Pada tahun 1985, Paus St. Yohanes Paulus II mendeklarasikan Titus sebagai Beato dengan mengatakan bahwa dia “menjawab kebencian dengan cinta.”
Loup Besmond de Senneville, Presiden International Association of Journalists Accredited to the Vatican (AIGAV) dan koresponden Vatikan La Croix, dan Caroline Weijers, Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Takhta Suci, menyambut para wartawan di Simposium didedikasikan untuk imam Karmelit yang mengungkapkan tanggung jawab untuk mewartakan kebenaran, terlepas dari risikonya.
Besmond de Senneville mengingatkan bahwa Titus adalah penasihat spiritual dari asosiasi jurnalis Katolik. Dia mendorong surat kabar Katolik untuk melawan tekanan Nazi Jerman.
Duta Besar Weijers mencatat bahwa 10 Mei “menandai hari di mana Perang Dunia II juga dimulai di Belanda.”
Mengacu pada tempat Centro Internazionale Sant’Alberto (CISA) Dell’Ordine di lingkungan Prati Roma di mana acara itu diadakan, dia berkata, “Merupakan suatu kehormatan untuk mengadakan Simposium tempat Titus tinggal selama belajar di Universitas Gregorian.”