Salah satu pejabat badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel, yang menjadi mitra Kemhan RI dalam kerja sama KF-21, mengatakan penyelidikan berfokus pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para pakar dari Indonesia tersebut.
Menurut sumber yang tidak disebutkan namanya itu, USB tersebut berisi dokumen umum, bukan data-data yang terkait teknologi strategis yang berpotensi melanggar undang-undang rahasia militer atau perlindungan industri pertahanan.
KF-21 Boramae merupakan proyek bersama Indonesia-Korsel yang bernilai 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp121,35 triliun. Melalui kerja sama tersebut, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korea dan 48 jet tempur untuk Indonesia.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Tidak hanya itu, Indonesia juga dijanjikan mendapat transfer teknologi yang akan mendorong industri pertahanan dalam negeri dalam produksi pesawat KF-21 untuk pasar global.
Sesuai kesepakatan awal pada 2014, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu yang ditargetkan rampung pada 2026.
Namun dalam perkembangannya, Kemhan RI baru-baru ini meminta penyesuaian pembayaran (payment adjustment) kepada Pemerintah Korsel atas kerja sama pembuatan KF-21 Boramae karena menganggap Indonesia tak sepenuhnya mendapatkan kegiatan transfer teknologi dalam pembuatan jet tempur tersebut. (*)