Persoalan lain yang juga disorot tajam pada draf RUU Penyiaran ialah aturan yang menyebutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang ‘menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran’. Lagi-lagi, ini bertentangan dengan UU Pers yang menggarisbawahi penyelesaian kasus pers penyiaran dilakukan oleh Dewan Pers.
Bagaimana mungkin kita mau menyandingkan KPI dengan Dewan Pers ketika ‘level’ mereka saja tidak sepadan. KPI adalah lembaga bentukan politik, anggotanya diseleksi DPR. Sedangkan Dewan Pers ialah lembaga independen, anggota mereka mencerminkan keseimbangan antara organisasi kewartawanan, perusahaan media, dan masyarakat.
Publik paham UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sudah berusia 22 tahun perlu direvisi, terutama untuk mengadaptasi perkembangan di dunia digital saat ini. UU Penyiaran yang baru nanti diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat di tengah munculnya beragam media dan platform digital baru yang hingga kini belum tersentuh regulasi. Bukan malah hendak mengebiri jurnalisme.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
DPR sebagai inisiator RUU Penyiaran mesti membuka telinga lebih lebar untuk mendengarkan semua kritik yang muncul atas draf RUU tersebut. Pemerintah sebagai mitra pembahasan juga tak boleh menutup mata bahwa RUU ini punya potensi membungkam pers. Karena itu, draf RUU Penyiaran itu harus dirombak.
Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menegaskan DPR tidak memiliki niat untuk memberangus kebebasan pers dengan memuat pasal yang melarang siaran eksklusif jurnalisme investigasi.
Hal ini diungkapkan Hasanuddin setelah ramai isi sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran.
“Pelarangan ini diusulkan guna mencegah terpengaruhinya opini publik terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,” kata Hasanuddin, saat dikonfirmasi media, Senin 13 Mei 2024.
Hasanuddin menyebut soal pelarangan konten eksklusif jurnalisme investigasi ini masih didiskusikan karena jurnalisme investigasi itu ada banyak hal yang berpengaruh.
“Saya kira bisa dipahami. Jadi jangan sampai proses hukum yang dilakukan aparat terpengaruh konten jurnalisme investigasi,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Sementara, liputan investigatif menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku The Elements of Journalism dibagi tiga macam. Meliputi original investigation (murni kerja wartawan), investigasi sebagai follow up dari investigasi polisi, serta interpretative investigation (memakai data besar).