“Ini terjadi terus dari tahun ke tahun. Akibatnya, setiap tahun bencana berulang. Bahkan dalam satu tahun itu makin sering, makin dekat jarak antara bencana yang satu dan bencana berikutnya,” Wengki menjelaskan.
Walhi Sumbar menemukan indikasi pembukaan lahan untuk penebangan liar seluas 50 hektare di Nagari Padang Air Dingin, Kabupaten Solok Selatan, dan seluas 16 hektare di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. Ini berdasarkan pemantauan dan analisis citra satelit periode Agustus-Oktober 2023.
Selain itu, Wengki juga menyoroti pembangunan ilegal di Lembah Anai di Kabupaten Tanah Datar. Kawasan tersebut menjadi lokasi wisata yang ramai dikunjungi warga karena terdapat kafe, pemandian, dan masjid besar di sana. Bahkan rencananya akan dibangun hotel dan Pemprov Sumbar berencana membangun plaza di kawasan tersebut.
Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum
Padahal Lembah Anai berstatus hutan lindung dan cagar alam. Wengki juga menuturkan daerah tersebut rentan bencana seperti banjir atau longsor. Dan apa yang dikhawatirkan terjadilah pada Sabtu kemarin, banjir besar yang menyapu kafe dan pemandian di sana.
“Dewan Sumber Daya Air sudah kasih rekomendasi di awal tahun 2023, bahwa kawasan itu mesti ditertibkan. Enggak mungkin di situ ada aktivitas-aktivitas yang mengumpulkan banyak orang, karena sama saja kita seperti membuat kuburan massal. Nah, di 2024 betul-betul hanyut semua kan,” kata Wengki.
Ekploitasi sumber daya alam serta pembangunan yang serampangan, ditambah aktivitas Gunung Marapi berujung pada akumulasi krisis.
“Krisis ini terus terakumulasi dari tahun ke tahun, menumpuk. Ya wajar kalau intensitas hujan ekstrem seperti hari-hari ini, akhirnya kita memanen bencana,” tegasnya Wengki. (*)