Banjir Bandang Sumbar, Walhi Ungkap Bencana Ekologis 'Salah Sistem Pengurusan Alam'

Banjir bandang di Simpang Manunggal, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Minggu (12/5/
Banjir bandang di Simpang Manunggal, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Minggu (12/5/2024).
0 Komentar

Belakangan ini, banjir bandang dan lahar cukup sering terjadi di sejumlah daerah sekitar Gunung Marapi. Dalam enam bulan terakhir, tercatat tiga kali terjadi banjir bandang di kawasan tersebut.

Dua hari setelah erupsi Gunung Marapi yang menewaskan 24 orang, banjir bandang dan lahar melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Tanah Datar pada 5 Desember 2023.

Banjir lahar menghantam pemandian air panas di Nagari Pariangan, masjid, dan rumah warga di Nagari Batubasa, serta membuat jembatan di Nagari Baringin rusak.

Baca Juga:Persidangan Taipan Media Hong Kong Atas Tuduhan ‘Konspirasi Publikasi Hasutan’ Makan Waktu LamaDirektur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur Hukum

Pada 23 Februari 2024, Kabupaten Tanah Datar kembali diterjang banjir bandang, tepatnya di Nagari Barulak. Sebanyak 27 rumah, lima jembatan, puluhan hektare lahan pertanian terkena dampaknya.

Kurang dari dua bulan kemudian, tepatnya pada 5 April banjir lahar dingin menghantam sejumlah wilayah di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Ini terjadi dua hari setelah erupsi Gunung Marapi yang melontarkan abu vulkanis hingga ketinggian 1,5 km.

Imbas dari peristiwa ini, setidaknya 61 rumah, 38 tempat usaha, dan 16,5 hektare lahan sawah rusak.

Pada bencana banjir bandang bulan ini, hujan deras menyebabkan air sungai yang berhulu di Gunung Marapi meluap, menciptakan aliran di jalur baru yang membawa “batu-batu besar” dari gunung berapi paling aktif di Sumatra itu hingga ke pemukiman di sekitarnya.

“Karena saking derasnya hujan, dia membuat jalur tersendiri. Banjir ini diikuti dengan material batu besar dari Gunung Marapi,” kata Budi Perwira Negara, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebenarnya sudah ‘meramalkan’ bencana ini sejak beberapa tahun terakhir, sebagaimana dituturkan Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto. Ia mengatakan yang terjadi di Sumbar sekarang ini merupakan bencana ekologis karena “salah sistem pengurusan alam”.

Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan serta pembangunan yang tidak dilandaskan mitigasi bencana menyebabkan banjir bandang dan lahar yang terus berulang akhir-akhir ini. Wengki mencontohkan pembalakan dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di dalam dan sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), juga penambangan emas di kawasan penyangga TNKS.

0 Komentar