Kemudian, PT Sepatu Bata Tbk menyampaikan bahwa pabrik di Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan. Dari sisi produksi, jumlah produksi sepatu di Purwakarta masih kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lain.
“Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis,” tulis Adie.
Selain itu, Adie mengungkap perusahaan berpendapat bahwa fokus pada bisnis retail saat ini penting untuk dilakukan. Sebab, perusahaan berupaya mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan.
Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?
Adie menyampaikan, PT Sepatu Bata Tbk berjanji strategi bisnis ini tetap menjamin produk yang dijual masih bersumber dari produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya. Strategi itu diharapkan dapat meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya akan meningkatkan produksi di tujuh pabrik tersebut.
“Dengan strategi tersebut, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama dan bahkan akan ditingkatkan. Selain itu, pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta,” lanjut Adie.
Namun, Kemenperin menilai langkah yang diambil perusahaan sebenarnya kurang tepat. Sebab, kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku.
Oleh karena itu, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, perusahaan suatu saat bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.
Menurut Adie, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabrik di Purwakarta adalah inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga perusahaan memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.
“Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30% dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023. Dampaknya, PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat,” jelas Adie. (*)