Pihak VOC melakukan pendekatan dengan cara make friends and create common enemy. Artinya, mereka berusaha berbaur dan akrab dengan masyarakat dari berbagai kerajaan di nusantara. Lalu, VOC juga menganggap kalau semua orang sama rata, jadi tidak ada yang membedakan antara satu sama lain.
Selain itu, VOC juga bermain di dua sisi (win-win solution). Dalam hal ini, pemerintah Belanda berpihak kepada dua kubu yang saling bertentangan, seolah mereka berada di posisi yang netral. Biasanya, cara ini dilakukan terhadap suatu entitas politik yang sedang mengalami konflik internal.
Walau VOC resmi dibubarkan pada tahun 1799, namun politik adu domba masih terus berlanjut di Tanah Air. Salah satu cara lainnya adalah dengan mengatur perang saudara, yakni menggunakan pribumi sebagai kekuatan militan untuk melawan bangsanya sendiri. Contohnya seperti Perang Padri, yakni perang antara kaum Padri dan kaum Adat pada tahun 1803-1838.
Baca Juga:Benda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RAT
Seiring berjalannya waktu, politik adu domba sudah tak lagi digunakan sejak lama oleh pemerintah Belanda. Kini, negara tersebut sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Sayangnya, politik adu domba masih kerap ditemukan di Indonesia, terlebih saat menjelang tahun politik. Padahal, seharusnya seluruh elemen partai saling bekerjasama, memperkuat, dan melengkapi satu sama lain, demi kemajuan bangsa Indonesia.
Unsur Praktik Politik Adu Domba
Menurut Irwan Prayitno yang dikutip dari buku Mamonisme, ada sejumlah unsur-unsur yang digunakan dalam praktik politik adu domba, yakni sebagai berikut:
- Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah terbentuknya sebuah aliansi yang memiliki kekuatan besar dan berpengaruh di lingkungan.
- Memunculkan banyak tokoh baru yang saling bersaing dan melemahkan satu sama lain.Mendorong ketidakpercayaan sesama masyarakat agar memunculkan permusuhan di kalangan warga.
- Mendorong konsumerisme yang pada akhirnya memicu timbulnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dalam suatu negara.
Pada intinya, tujuan dari politik adu domba adalah agar kekuatan dalam suatu kelompok bisa terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang kurang berdaya. Dengan begitu, kelompok kecil tersebut akan lebih mudah untuk dilumpuhkan dan dikuasai. (*)