Dia berpesan agar isu-isu tersebut dihentikan. Pesan tegas dari Prabowo itu, klaim Otto, membuat mereka bangga dan merasa yakin bahwa Ketua Umum Partai Gerindra ini sebagai presiden terpilih bisa membangun bangsa bersama-sama dengan Gibran.
“Jadi kita doakanlah mudah-mudahan Pak Prabowo dan Pak Gibran bisa melanjutkan kepemimpinan nanti setelah Oktober dan mudah-mudahan bisa dilaksanakan.”
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menepis rumor renggangnya hubungan antara Presiden Jokowi dan Prabowo.
Baca Juga:Benda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RAT
“Enggak ada (kerenggangan),” pungkas Muzani ketika ditemui di Kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara No. 4, Jakarta Selatan, Kamis malam, 25 April 2024.
Pengamat politik Heru Subagia menekankan demokrasi pasti menghasilkan perbedaan. Perbedaan dalam pandangan, perbedaan dalam gagasan, perbedaan arah dukungan. Namun esensi demokrasi adalah glorifikasi. Yaitu glorifikasi sikap mental sebuah masyarakat yang menerima perbedaan sebagai prasyarat hidup Bersama. Masyarakat yang bersepakat, untuk tidak sependapat.
“Saat demokrasi disepakati menjadi landasan sistem politik, keterlibatan Masyarakat mutlak menjadi syarat. Berbagai perbedaan pandangan itu pun mengkristal sebagai kontestan pemilu. Masing-masing kontestan mewakili cara pandang, gagasan, dan program yang berbeda dalam mengelola negara,” jelasnya.
Menurut Heru, mungkin ada kontestan yang ingin pajak diturunkan. Kontestan lain bisa jadi justru ingin pajak dinaikkan. Mungkin ada kontestan yang ingin fokus pada pengembangan pertanian, atau ada yang menawarkan program industri padat karya. Semua tentu sah-sah saja, selama tidak bertentangan dengan ideologi bangsa, Pancasila. Dirinya menambahkan namun bila ada yang memanipulasi perbedaan politik, ketentraman Masyarakat jadi terusik. Perbedaan yang mestinya diterima sebagai sebuah keniscayaan, dikobarkan untuk memantik perselisihan. Dampaknya, demokrasi dituding mengancam persatuan dan kesatuan.
“Kita di Indonesia mengenal istilah politik adu domba sebagai strategi kolonial Belanda. Tujuannya, untuk menguasai Nusantara. Konon strategi yang sama juga diterapkan para conquistador dari spanyol. Filsuf Italia Machiavelli menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Tidak heran Machiavelli menilai politik adu domba adalah strategi efisien bagi kelompok politik yang ingin mendominasi,” ungkap Heru.
Lebih lanjut, Heru menyatakan kekuatan besar mudah ditaklukkan, jika dipecah dalam kelompok kecil. Pelaku politik adu domba harus mampu membelah dan mempertahankan pembelahan dalam komunitas-komunitas yang berlawanan. Caranya dengan mempertentangkan nilai dan identitas.