Arthur James Balfour Kirim Surat kepada Lord Walter Rothschild, Pemicu Genosida di Palestina Hingga Kini

Arthur James Balfour (kiri) dan Deklarasi Balfour yang dibuatnya (kanan). (BalfourProject)
Arthur James Balfour (kiri) dan Deklarasi Balfour yang dibuatnya (kanan). (BalfourProject)
0 Komentar

Negosiasi tingkat elite pertama antara Inggris dan kelompok Zionis bisa dilacak ke tanggal 7 Februari 1917 dalam sebuah konferensi yang juga dihadiri oleh Balfour dan petinggi komunitas Yahudi. Dalam diskusi lanjutan tanggal 19 Juni kemudian, Balfour meminta Rothschild dan kawannya (yang nanti akan menjadi presiden Israel pertama) Chaim Weizmann untuk menyusun rancangan sebuah deklarasi publik.

Keduanya memenuhi permintaan Balfour dan kemudian mendiskusikannya dengan Kabinet Perang Inggris sepanjang bulan September dan Oktober di tahun yang sama. Ada sejumlah golongan Yahudi Zionis maupun non-Zionis di Inggris yang memberikan masukan.

Persoalan paling mendasar dari rancangan tersebut adalah ketiadaan warga Palestina dalam pembicaraan awal, diskusi rancangan, hingga deklarasinya benar-benar dipublikasikan ke masyarakat dunia. Ketiadaan ini, di mata sejarawan, sudah menjadikan Deklarasi Balfour tak adil. Deklarasi Balfour juga dianggap sebagai biang permasalahan pokok mengapa golongan Zionis dipandang sebagai kelompok yang licik sejak awal pendiriannya.

Baca Juga:Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RATKasus Bunuh Diri Brigadir RAT, Ditemukan Luka di Kepala dari Pelipis Kanan dan Kiri, Dugaan Masalah Pribadi

Paragraf pertama Deklarasi Balfour merepresentasikan dukungan Kerajaan Inggris Raya sebagai salah satu kekuatan besar dunia saat itu kepada ideologi Zionisme. Ada perdebatan untuk penggunaan istilah “tanah air nasional” sebab tidak memiliki preseden dalam hukum internasional. Dampaknya, di kalangan politikus Inggris dan kalangan Zionis sendiri terjadi perbedaan pendapat apakah bentuk riil dari “tanah air nasional” itu adalah negara atau bukan, demikian catat Washington Post.

Pemerintah Inggris kemudian sibuk menjelaskan bahwa kata-kata “di Palestina” dalam deklarasi tersebut bermakna bahwa rumah baru kaum Yahudi tidak mencangkup seluruh wilayah yang kini dihuni bangsa Palestina—yang pada waktu itu komposisinya meliputi mayoritas muslim, lalu penganut Kristen, baru Yahudi.

Bagian kedua deklarasi meliputi perkara-perkara yang memuaskan pihak yang kritis terhadap misi kaum Zionis. Pihak-pihak ini paham bahwa dalam praktiknya kaum Zionis dan Pemerintah Inggris mau tak mau mesti melakukan aneksasi sebuah wilayah. Tindakan ini mesti dipikirkan konsekuensinya di kemudian hari, dua yang pokok di antaranya adalah pengusiran orang-orang Palestina dari tanahnya dan menguatnya sikap anti-semit skala global secara signifikan.

0 Komentar