Kabar teranyar terkait negosiasi gencatan senjata menyebutkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berharap Hamas akan menerima proposal terbaru Israel. Dia mengklaim tawaran Israel luar biasa menunjukkan kemurahan hati.
“Mereka (Hamas) harus mengambil keputusan dengan cepat … Dan saya harap mereka akan membuat keputusan yang tepat,” tutur Blinken, seperti dikutip dari BBC.
Axios mengutip dua pejabat Israel menuturkan bahwa proposal baru Israel mencakup kesediaan untuk memulangkan warga Gaza Utara dan penarikan pasukan Israel dari Koridor Netzarim, yang membagi Jalur Gaza. Selain itu, Israel disebut bersedia membahas gencatan senjata berkelanjutan setelah pembebasan sandera.
Baca Juga:Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RATKasus Bunuh Diri Brigadir RAT, Ditemukan Luka di Kepala dari Pelipis Kanan dan Kiri, Dugaan Masalah Pribadi
Ketika ditanya tentang status perundingan pada hari Minggu (28/4), seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada AFP bahwa suasananya positif, kecuali muncul hambatan baru dari Israel. Hamas selama ini bersikeras menginginkan gencatan senjata permanen, yang akan mengarah pada penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza dan kembalinya warga ke kampung halaman mereka.
Lantas, apa yang menjadi tuntutan mahasiswa yang melancarkan aksi solidaritas terhadap Palestina di kampus-kampus AS dan berbagai belahan dunia?
Mereka menuntut agar kampus-kampus, yang sebagian besar memiliki dana abadi dalam jumlah besar, melakukan divestasi dari Israel. Demikian dilansir BBC.
Para mahasiswa aktivis menekankan bahwa perusahaan-perusahaan yang berbisnis di atau dengan Israel terlibat dalam perang di Jalur Gaza. Begitu pula perguruan tinggi yang berinvestasi di perusahaan-perusahaan tersebut.
Dalam kasus Columbia University, sang rektor mengakui pembicaraan dengan mahasiswa gagal mencapai kesepakatan dan kampus tidak akan melakukan divestasi. Pada 29 April, Shafik kembali meminta mahasiswa membubarkan diri secara sukarela, dengan mengatakan bahwa aksi protes mereka telah menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi banyak mahasiswa dan dosen Yahudi.
Pada kesempatan yang sama, Shafik seperti dilansir NBC News mengutip acara wisuda pada 15 Mei dengan menyatakan, “Kami juga tidak ingin menghalangi ribuan siswa dan keluarga serta teman-teman mereka untuk merayakan kelulusan.”
Meski pihak Columbia University menolak melakukan divestasi dari Israel, namun Shafik memunculkan sejumlah penawaran. Salah satunya berinvestasi di bidang kesehatan dan pendidikan di Jalur Gaza, termasuk mendukung pengembangan anak usia dini dan sokongan bagi para sarjana yang mengungsi.