Pembacaan putusan dua perkara sengketa hasil pilpres dibacakan secara berurutan, dimulai dari Anies-Muhaimin, kemudian Ganjar-Mahfud. Meski ada unjuk rasa dari kelompok massa yang meminta MK menerima permohonan pemohon sengketa, pembacaan putusan tetap bisa berlangsung hingga tuntas. Massa pengunjuk rasa pun berangsur membubarkan diri setelah putusan dibacakan.
Saat pembacaan putusan oleh delapan hakim konstitusi, hakim Anwar Usman tak berada di Gedung MK. Eks Ketua MK itu dilarang menangani perkara pilpres karena potensi konflik kepentingan dengan Gibran yang merupakan keponakannya. ”Setahuku (Anwar Usman) enggak ke kantor,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono.
Dalam pertimbangan hukum MK, hakim menolak seluruh dalil pemohon karena tak terbukti di persidangan. Dalil yang dikelompokkan menjadi enam kluster itu adalah independensi penyelenggara pemilu, keabsahan pencalonan presiden dan wakil presiden, bantuan sosial (bansos), mobilisasi/netralitas pejabat/aparatur negara, prosedur penyelenggaraan pemilu, serta pemanfaatan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Meski menolak seluruh dalil pemohon, hakim memberikan sederet catatan untuk perbaikan pemilu ke depan. Terkait pembagian bantuan sosial saat pemilu, misalnya, Mahkamah berpendapat, perlu pembentukan norma hukum yang mengatur pembatasan atas penggunaan dan pengaitan antara program pemerintah dengan kepentingan pribadi, terutama dalam kaitannya dengan kontestasi pemilu ataupun kepentingan elektoral lainnya.
”Norma hukum demikian perlu segera dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar hakim konstitusi Ridwan Mansyur. Pada November mendatang, akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Nasional 2024.
Catatan juga diberikan terkait netralitas aparat di pemilu. Mahkamah memandang netralitas aparat adalah aspek penting dari prinsip demokrasi. Tanpa netralitas, demokrasi dapat terancam oleh otoritarianisme. ”Dengan demikian, diharapkan dapat dibentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan pemilu,” kata hakim konstitusi Suhartoyo.
Selain itu, kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga disoroti. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan, Bawaslu bisa kehilangan eksistensinya jika tidak berubah. ”Jika terjadi pelanggaran pada setiap tahapan pemilu, Bawaslu harus masuk ke dalam substansi laporan atau temuan untuk membuktikan ada tidaknya secara substansial telah terjadi pelanggaran pemilu, termasuk dalam hal ini pemilihan kepala daerah,” kata Enny.