Dalam salah satu suratnya, ia juga menentang budaya poligami yang saat itu masih kental dilakukan di Jawa.
Sebagai korban poligami juga, di mana Kartini pada saat itu dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah memiliki tiga istri dan tujuh orang anak, ia merasa praktik pernikahan paksa tersebut perlu dihentikan, karena perempuan seharusnya boleh menentukan pilihan hidupnya sendiri, termasuk dalam memilih pasangan hidup.
Kartini juga sempat menulis surat kepada dua pasangan suami-istri yang merupakan sahabat penanya, Jacques Henrij (J.H) Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon. Pada tahun 1900 hingga 1905, J.H. Abendanon menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda (Indonesia).
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
J.H Abendanon memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan Kartini. Ia adalah orang yang memberikan beasiswa kepada Kartini untuk bersekolah di Belanda, tetapi ditolak mengingat saat itu Kartini terpaksa harus menikah.
Salah satu suratnya kepada J.H Abendanon berbunyi, “Tahukah Anda apa yang ada di pikiran perempuan Jawa? Mereka hidup hanya untuk menikah. Tidak peduli menjadi istri ke berapa.”
J.H Abendanon-lah yang kemudian mengumpulkan surat-surat Kartini yang sarat akan nilai-nilai emansipasi, perjuangan, dan perlawanan terhadap penjajahan dalam sebuah buku yang judulnya diterjemahkan dalam Bahasa Melayu, “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Buku tersebut diterbitkan tujuh tahun setelah Kartini meninggal di usia 25 tahun pada 17 September 1904, usai melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojohadhiningrat. Hari Kartini ditetapkan sebagai hari penting dalam sejarah Indonesia pada masa Presiden Soekarno, yang kala itu mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Keputusan tersebut sekaligus menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. (*)