Padahal, selain karier militer, Soesalit pernah menduduki jabatan-jabatan lainnya. Sejak Januari 1950, Soesalit Djojoadiningrat diangkat sebagai Kepala Penerbangan Sipil. Pada kabinet Ali Sastroamodjojo pertama (1953-1955), oleh Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri, Soesalit diberi posisi penasihat dengan pangkat kolonel.
Jenderal Nasution adalah salah satu yang bersaksi bahwa Soesalit amat bersahaja. “Soesalit tidak pernah menonjolkan diri. Ia tidak pernah mau minta hak-haknya. Padahal sebetulnya itu soal yang biasa di masa sesudah penyerahan kedaulatan. Lain-lain orang mengajukan permohonan untuk mendapat apa yang ia anggap sudah haknya,” aku Nasution.
Sitisoemandari pun menulis, “Sampai akhir hayatnya, Soesalit tetap hidup sederhana dan tak pernah mau mengambil keuntungan dari kenyataan bahwa ialah satu-satunya putra Ibu Kita Kartini, sehingga taktala dia meninggal, dia satu dari beberapa jenderal yang meninggal dalam keadaan melarat.”
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Akhirnya, Soesalit meninggal sebagai gerilyawan tanpa bintang pada 17 Maret 1962, tepat hari ini 57 tahun lalu. Tidak banyak yang mengetahui apa perjuangannya, meski ia adalah salah satu anak Kartini. Itu karena memang dia tak mau menonjol. Hal itu pula yang selalu disampaikan kepada anaknya. Boedhy Setia Soesalit, sang anak, mencamkan satu pesan penting dari ayahnya semasa ia hidup: “Jangan suka menonjolkan diri sebagai keturunan Kartini!” (*)