Abdul Haris Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 2A Kenangan Masa Gerilya (1977) mencatat, Soesalit pernah menjadi Panglima Divisi I Diponegoro juga. Divisi ini merupakan gabungan antara Divisi II dengan Divisi III pada Maret 1948. Sejarah KODAM Diponegoro mencatat Soesalit sebagai panglima kedua mereka setelah Gatot Subroto.
Pada September 1948, terjadi Peristiwa Madiun, di mana kaum komunis memberontak. Tentara yang dianggap kiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur menguasai Madiun dan sekitarnya. Lantas, sebuah dokumen yang dianggap milik kaum pemberontak jatuh ke tangan tentara pemerintah. Dalam dokumen itu, nama Soesalit disebut sebagai “orang yang diharapkan”.
Kebetulan, Soesalit memang punya kedekatan dengan beberapa orang kiri Indonesia di masa revolusi kemerdekaan. Kakak tirinya yang lain, Abdulmadjid Djojoadiningrat, juga berpaham komunis sejak bersekolah di Belanda. Ketika menjadi anggota Perhimpunan Indonesia, Abdulmadjid berkawan akrab dengan Amir Sjarifoedin. Keduanya menjadi menteri pada kabinet Sjahrir. Nama pertama menjadi menteri pertahanan, sedangkan yang kedua menjabat menteri muda urusan sosial.
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Di sisi lain, Soesalit juga bisa disebut sebagai “orang favorit” Amir. Setelah Amir tidak lagi menjabat perdana menteri usai Perundingan Renville yang dianggap merugikan Indonesia, Amir mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR). Amir berhubungan dengan Musso yang memimpin Peristiwa Madiun. Amir sendiri akhirnya dianggap terlibat dalam Peristiwa Madiun, yang berujung eksekusi mati oleh tentara pemerintah.
Sekitar Peristiwa Madiun adalah masa sulit bagi Soesalit. Sepupu Soesalit, Raden Mas Moedigdo yang menjabat komisaris polisi, dihukum mati karena ia dianggap komunis. Moedigdo adalah ayah dari Soetanti, yang belakangan menikah dengan Ahmad Aidit alias Dipa Nusantara Aidit, Ketua CC PKI terakhir. Hubungan baik Moedigdo dan Soesalit dilanjutkan oleh putri dan menantunya: Soetanti dan Aidit. Iwan Aidit, salah seorang putra Aidit dan Tanti, bahkan memanggil Soesalit dengan panggilan “Eyang.”
Tak hanya punya saudara-saudara sedarah komunis, Soesalit juga cukup populer di kalangan laskar-laskar kiri, yang separuhnya memang terlibat dalam Pemberontakan Madiun. Soesalit sendiri pernah mewakili laskar dalam Komisi Tiga Jenderal yang mengatur kepangkatan karena kedekatannya itu. Tak terlalu mengherankan jika kedekatan itu membuat banyak orang-orang kiri yang terlibat Peristiwa Madiun berharap padanya.