“Hukum formil sebagai kepastian hukum yang di dalamnya mengandung keadilan prosedural tentu mendahului hukum materiil guna mewujudkan keadilan substansial. Lebih lanjut, kepastian hukum dalam hal kompetensi dimaksudkan guna kemanfaatan yang membawa kemudahan dan bukan sebaliknya kesulitan. Kedudukan kompetensi adalah sebagai jembatan (wasilah) guna mencapai tujuan. Dalam hal ini terdapat kaidah fiqh, yang menyatakan, ‘bagi setiap wasilah (media) hukumnya adalah sama dengan hukum tujuan’” paparnya.
Dia mengatakan setia perkara diputuskan berdasarkan bukti yang relevan, akurat dan berhubungan dengan satu sama lainnya. Atas hal itu, MK menerima permohonan sengketa Pilpres. Namun, lanjut Abdul, jika bukti-bukti tidak relevan, tidak akurat, tidak saling terhubung dan tidak berkorespondensi, maka sulit untuk menetapkan hukumnya.
“Ketidakmampuan menghadirkan alat bukti yang cukup menjadi dasar kesepakatan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak petitum. Seandainya pun ada pendapat berbeda (dissenting opinion), maka terjadinya ikhtilaf tersebut diyakini tidak akan sampai menggugurkan kesepakatan,” tutur Abdul. (*)