“Kita adalah korban penipuan totaliter, dan pemerintah kita (bersama banyak sekutu mereka) yang akan menyerang kita dengan kudeta dunia fasis yang apokaliptik,” lanjutnya.
Manifesto tersebut mencakup referensi terhadap konspirasi kompleks yang melibatkan mata uang kripto dan kolusi pemerintah, yang mencerminkan tema aktivitas media sosial Azzarello baru-baru ini.
“Saya harap Anda tahu betapa kuatnya Anda. Saya harap Anda mendapatkan lebih dari sekadar keberuntungan,” ujarnya mengakhiri manifesto.
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Ada pertanyaan di antara para pakar dan peneliti: Apakah ada lebih banyak orang Amerika yang percaya pada teori konspirasi saat ini daripada sebelumnya?
Salah satu contoh teori konspirasi adalah teori bahwa pemilihan presiden Amerika tahun 2020 telah dicurangi. Beberapa orang pasti mempercayainya. Namun, bahkan jika orang tidak mempercayai kebohongan tersebut sepenuhnya, mereka mungkin masih percaya bahwa ada sesuatu tentang pemilu 2020 yang “tidak terasa benar,” “tidak terlihat benar,” atau “sepertinya mencurigakan.” Oleh karena itu, mereka mungkin lebih cenderung untuk mendukung upaya yang diklaim politisi akan melindungi integritas pemilu – bahkan jika upaya tersebut berujung kepada targeted voter suppression (tekanan kepada pemilih yang ditargetkan).
Selain itu, ada teori konspirasi tentang anti-vaksinasi. Terdapat banyak konten anti vaksinasi, baik tentang vaksin secara umum maupun vaksin COVID-19 khususnya, dalam bentuk gambar dan video yang dimaksudkan untuk mengilustrasikan efek samping meresahkan dari vaksinasi. Materi semacam ini dapat berkembang dengan cepat di media sosial. Dengan mengandalkan gambar yang menyesatkan, bukan klaim palsu yang eksplisit, materi-materi tersebut seringkali dapat menjadi tidak terkontrol.
Paparan terhadap informasi anti-vaksinasi mungkin membuat pembaca merasa tidak nyaman, dan, sebagai akibatnya, meragukan vaksin, bahkan tanpa menunjukkan kepercayaan anti-vaksinasi secara eksplisit. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang cenderung mengandalkan intuisi dan memiliki emosi negatif terhadap vaksin memiliki kemungkinan lebih besar untuk menolak vaksinasi. Meskipun penelitian tersebut melibatkan vaksin lain, faktor serupa mungkin dapat menjelaskan mengapa banyak orang Amerika tidak mendapatkan vaksinasi COVID-19 lengkap, dan sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan vaksin booster.