MEGAWATI Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu membuat beda-beda pendapat dari berbagai pihak mencuat.
Dirangkum delik, Kamis (18/4/2024), amicus curiae dalam bahasa Inggris disebut friends of the court, yang artinya sahabat pengadilan. Dalam sistem peradilan, amicus curiae merupakan pihak ketiga yang diberi izin menyampaikan pendapatnya.
Pengajuan diri Mega disampaikan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat di gedung MK, Selasa (16/4).
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
“Saya Hasto Kristiyanto bersama dengan Mas Djarot Saiful Hidayat ditugaskan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dengan surat kuasa sebagaimana berikut. Kedatangan saya untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan dari seorang warga negara Indonesia yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri sehingga Ibu Mega dalam kapasitas sebagai warga negara Indonesia mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan,” kata Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Gedung MK.
Hasto mengatakan Megawati juga menyerahkan surat tulisan tangan ke Mahkamah Konstitusi. Dia berharap keputusan MK akan menciptakan keadilan yang dapat menerangkan bangsa dan negara.
Yusril: Amicus Curiae Megawati Belum Tentu Pengaruhi Hasil Sengketa Pilpres
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pengajuan amicus curiae oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak akan mempengaruhi hasil sengketa Pilpres 2024. Yusril mengatakan hal itu lantaran seluruh alat bukti dari timnya telah diserahkan ke MK.
“Belum tentu (pengaruhi), karena disampaikan, jadi kalau di MA ya betul-betul jadi inferandum. Gak bisa jadi pertimbangan lagi karena kan semua alat bukti sudah diserahkan, dan alat bukti harus diserahkan dalam persidangan yang terbuka,” kata Yusril di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).
Namun, Yusril menyerahkan keputusan kepada Majelis Hakim. Dia meyakini pengajuan itu tidak akan menjadi rujukan para hakim konstitusi.
“Saya kira tidak akan dirujuk dalam pertimbangan putusan karena memang disampaikan tidak secara resmi, tapi sebagai inferandum itu bisa saja disampaikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yusril menilai Majelis Hakim akan sulit mengabulkan permohonan para pemohon. Menurutnya, para pemohon seharusnya dapat membuktikan jika adanya pelanggaran TSM minimal di 20 provinsi.