KREDIT online cukup diminati oleh masyarakat karena prosesnya yang mudah. Umumnya, kredit online melibatkan tiga pihak. Pihak tersebut yakni X selaku pembeli barang sekaligus penerima pinjaman, Y selaku penjual barang, dan Z selaku pemberi pinjaman. Misalnya, Z melakukan pembelian dan pembayaran barang kepada Y, yang mana sebagai gantinya X berkewajiban untuk membayar cicilan secara rutin kepada pihak Z.
Namun, bagaimana jika kredit online tidak lunas? Apakah tak lunasi kredit dipidana? Simak pembahasan terkait ketentuan tak lunasi kredit dalam artikel berikut ini.
Sebelum membahas terkait tak lunasi kredit dipidana, pahami terlebih dahulu mengenai ketentuan perjanjian pendanaan. Adapun ketentuan cicilan serta jangka waktu yang diperlukan harus disepakati oleh para pihak melalui perjanjian berbasis dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“POJK No. 10/POJK.05/2022 Tahun 2022”). Perjanjian ini dikenal dengan perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana.
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Adapun yang dimaksud dengan pendanaan adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu dalam transaksi Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“LPBBTI”), menurut Pasal 1 angka 3 POJK No. 10/POJK.05/2022 Tahun 2022. Kemudian, berdasarkan Pasal 32 ayat (2) POJK No. 10/POJK.05/2022 Tahun 2022, perjanjian pendanaan yang tertuang dalam dokumen elektronik wajib paling sedikit memuat:
- nomor perjanjian;
- tanggal perjanjian;
- identitas para pihak;
- hak dan kewajiban para pihak;
- jumlah pendanaan;
- manfaat ekonomi pendanaan;
- nilai angsuran;
- jangka waktu;
- objek jaminan, jika ada;
- biaya terkait;
- ketentuan mengenai denda, jika ada;
- penggunaan data pribadi;
- mekanisme penyelesaian sengketa; dan
- mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
Kemudian, mengacu pada Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), perjanjian dibagi menjadi tiga macam, seperti:
- Perjanjian untuk memberikan sesuatu;
- Perjanjian untuk berbuat sesuatu; dan/atau
- Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.